REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Negara anggota Organisasi Kerja sama Islam (OKI) bersama Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menggelar pertemuan membahas produksi obat dan vaksin di Hotel Fairmont, Jakarta, Rabu (21/11). Pertemuan tersebut, diharapkan dapat memantapkan tujuan negara anggota terkait kemandirian memproduksi obat dan vaksin.
"Para pemimpin-pemimpin kita selama bertahun-tahun sudah terus menekankan tercapainya produksi sendiri dari obat-obatan dan vaksin yang terjangkau dan berkualitas. Karena itulah tema pertemuan ini 'Collaboration for self-reliance' sangat cocok," kata Assistant Secretary General OIC, Muhammad Naeem Khan, di sela pertemuan tersebut.
Ia mengatakan saat ini, mayoritas negara-negara anggota OKI adalah negara yang masih berkembang. Oleh karena itu, menurut dia, obat-obatan yang terjangkau, namun tetap aman dan bermutu adalah hal penting yang dibutuhkan.
Sementara itu, Kepala BPOM Penny K Lukito berharap negara-negara OKI dapat lebih maju dalam pembuatan serta ekspor obat-obatan dan vaksin. Melalui pertemuan-pertemuan yang akan terus diadakan, diharapkan pula kemandirian produksi obat dan vaksin negara OKI dapat meluas sampai ke seluruh dunia.
"Ke depan harapannya adalah selain vaksin kita juga akan unggul menjadi eksportir yang unggul tidak hanya di negara OKI tapi juga negara-negara lainnya," kata Penny.
Saat ini, Indonesia bersama Senegal adalah dua negara anggota OKI yang cukup terdepan dalam hal produksi vaksin. Kedua negara telah menerima status Pre-Qualification WHO (PQ-WHO) yaitu pemenuhan standar mutu, kemanan, dan penggunaan secara internasional untuk produksi vaksin.
Dalam forum ini, seluruh delegasi akan membuat rencana kerja untuk mengetahui kekuatan setiap negara dalam memproduksi obat dan vaksin. Selain itu, dalam pertemuan ini juga digelar pameran industri farmasi, forum bisnis, workshop, serta kunjungan ke sejumlah industri farmasi dan vaksin terkemuka di Jakarta, Bekasi, dan Bandung.