REPUBLIKA.CO.ID, SUKABUMI--Tempat kos-kosan atau indekos di Sukabumi dijadikan sebagai tempat transaksi prostitusi online. Hal ini terungkap dalam penyelidikan yang dilakukan Polres Sukabumi Kota dalam kasus prostitusi online yang menggunakan media sosial Twitter.
Sebelumnya, Polres Sukabumi Kota mengungkap kasus prostitusi online yang menggunakan media sosial twitter. Di mana dalam kasus tersebut polisi menangkap dua orang pelaku yang bertindak sebagai pembuat akun dan sekaligus mucikari bagi para wanita yang diperdagangkan dalam akun tersebut.
Data dari Polres Sukabumi Kota menyebutkan, dua pelaku yang ditangkap yakni WS alias P (42 tahun) yang bertindak sebagai pembuat akun atau admin dan US (40) selaku operasional. "Tempat yang digunakan adalah kos-kosan yang sengaja disewa oleh tersangka sebagai transaksi," ujar Kapolres Sukabumi Kota AKBP Susatyo Purnomo Condro kepada wartawan Senin (19/11).
Para pelaku tersebut sebelumnya melakukan operasi di media sosial dan eksekusinya di tempat kos-kosan. Menurut Susatyo, kedua orang pelaku merekrut wanita untuk ditawarkan kepada para warganet yang membuka twitter untuk layanan seksual dengan tarif Rp 500 ribu. Saat ini ada delapan saksi wanita yang diduga ditawarkan dalam akun medsos twitter Escort 0266 ke 2 @sukabumiasyik.
Dalam kasus ini kata Susatyo, polisi menyita sejumlah barang bukti. Di antaranya satu bundel hasil screenshot sebanyak 30 postingan akun twitter Escort 0266 ke 2 @sukabumiasyik, lima unit handphone, 1 akun twitter Escort 0266 ke 2 @sukabumiasyik. Selain itu uang tunai Rp 450 ribu, satu unit sepeda motor honda beat nomor polisi F 6412 FCC, dan satu buah id card dari perusahaan tertentu
Kedua tersangka ungkap Susatyo, dijerat dengan Pasal 4 ayat 1 Jo 29 dan atau Pasal 4 (2) Jo 30 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi. Di mana ancaman hukumannya selama 12 tahun penjara dan denda Rp 6 miliar.
Selain itu Pasal 27 Jo Pasal 45 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Infomasi dan Transaksi Elektronik. Ancaman hukuman yang dikenakan selama 6 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar.
Susatyo menuturkan, pelaku juga dijerat dengan Pasal 296 KUHP yang mengatur mengenai memudahkan perbuatan cabul enggan ancaman 1 tahun 4 bulan penjara. Di samping itu Pasal 506 KUHP yang mengatur soal mucikari dengan ancaman 1 tahun penjara.
"Karena ada saksi perempuan yang diijajakan sebanyak dua orang dibawah umur yakni 17 tahun, maka kami terapkan pasal perlindunan anak,’’ imbuh Susatyo. Ke depan polisi berpesan kepada masyarakat untuk segera melaporkan apabila ada akun yang menjajakan hal asusila dan berharap jangan sampai masyarakat dengan mudah bertransiasi seksual melalui online.