Selasa 20 Nov 2018 13:47 WIB

PKS Sarankan PSI Pahami Konstitusi dan Pancasila Secara Utuh

Sikap PSI menolak perda syariah dinilai sebagai ketidakpahaman terhadap Pancasila.

Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Grace Natalie (kiri) didampingi Sekjen Raja Juli Antoni (tengah), dan Ketua DPP Tsamara Amany (kanan) memberikan keterangan pers terkait sikap partai pada Pemilihan Presiden 2019 di Jakarta, Sabtu (11/8)
Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso
Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Grace Natalie (kiri) didampingi Sekjen Raja Juli Antoni (tengah), dan Ketua DPP Tsamara Amany (kanan) memberikan keterangan pers terkait sikap partai pada Pemilihan Presiden 2019 di Jakarta, Sabtu (11/8)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Fraksi PKS DPR RI, Jazuli Juwaini menyarankan agar Partai Solidaritas Indonesia (PSI) memahami konstitusi dan Pancasila secara utuh, terkait sikap partai tersebut yang menolak peraturan daerah (perda) syariah dan injil. Dia menilai sikap PSI itu sebagai bentuk ketidakpahaman terhadap falsafah dan dasar negara Pancasila dan konstitusi UUD 1945.

"Sebagai sikap politik sah-sah saja, tapi sebagai sesama warga bangsa tentu kita perlu mengingatkan dan mengoreksi sikap tersebut," kata Jazuli dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Senin (19/11).

Hal itu dikatakan Jazuli terkait pernyataan Ketua Umum PSI Grace Natalie yang menolak adanya perda syariah dan injil, yang kemudian menimbulkan polemik di masyarakat. Dia menilai, PSI tidak paham secara utuh Pancasila dan UUD 1945 yang menempatkan agama dalam posisi yang penting, yang menjiwai semangat kebangsaan, dan yang terpenting menjadi landasan moral dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Menurut dia, sikap politik PSI itu sebagai bentuk fobia agama yang bisa saja bertendensi memisahkan nilai-nilai agama dalam laku kehidupan berbangsa dan bernegara. "Kita perlu tanya dengan jelas kepada PSI apa yang mereka maksud dengan perda-perda agama yang mereka tolak. Umumnya perda-perda tersebut mengatur ketertiban hidup bermasyarakat, lebih dari itu bertujuan untuk menjaga moral dan akhlak masyarakat," ujarnya.

Jazuli menjelaskan dalam UUD 1945 dan Pancasila sangat jelas nilai-nilai agama menjadi acuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sehingga bukan hanya secara implisit. Namun, eksplisit dalam pembukaan UUD 1945 dan sila pertama Pancasila.

Dia mengatakan, dalam Pasal 29 menyatakan negara berdasar atas Ketuhanan YME dan jaminan kebebasan beragama dan Pasal 28J bahwa pelaksanaan hak asasi tidak boleh bertentangan dengan nilai agama. "Hingga Pasal 31 tentang visi pendidikan nasional untuk menghasilkan SDM yang beriman, bertakwa dan berakhlak mulia," katanya.

Jazuli menilai, UU dan perda bukan saja harus menyerap nilai agama, namun wajib mengambil nilai-nilai tersebut dan negara melalui perangkat aturannya wajib menjamin pelaksanaan nilai agama dilaksanakan secara konsekuen. Karena itu menurut dia, lahirlah UU Peradilan Agama, UU Haji, UU Zakat, UU Perbankan Syariah, UU Jaminan Produk Halal dan diterima melalui proses bernegara antara DPR dan Pemerintah.

"Saya berpesan agar PSI tidak mengambil posisi diametral atau bertentangan dengan semangat Pancasila dan UUD 1945. Sebaliknya, mari kita sama-sama kokohkan semangat keberagamaan di republik ini agar Indonesia semakin diberkahi Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa," tuturnya.

Grace Natalie mengungkapkan, bahwa penolakan perda religi dilakukan untuk mengembalikan agama kepada khitahnya yang mulia. Dia mengatakan, PSI sebenarnya tidak berniat menjelekkan agama mana pun.

"Jangan lagi dipakai sebagai alat politik untuk menyingkirkan seseorang, membenarkan atau tidak membenarkan sesuatu, pakai hukum saja yang berlaku secara universal," kata Grace Natalie di Jakarta, Sabtu (17/11).

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement