REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Rifka Annisa sebagai lembaga yang mendampingi mahasiswi penyintas korban kekerasan seksual di UGM mengungkapkan psikologis penyintas masih tertekan. Karenanya, pihaknya hingga saat ini masih terus melakukan pendampingan.
Direktur Rifka Annisa, Suharti menerangkan, pendampingan telah dilakukan sejak September tahun lalu. Namun, sampai saat ini kondisi psikologis penyintas masih terdampak. Terlebih, saat ini penyintas juga dalam tahap penyelesaian skripsi.
"Konsentrasinya pasti terbagi sana sini, dan itu juga berdampak secara prikologis," kata Suharti kepada Republika.co.id, Ahad (18/11).
Ia menjelaskan, pada saat assessment awal, penyintas sudah berada dalam kondisi depresi berat. Sehingga, fokus utama dari Rifka Annisa sendiri melakukan pemulihan kondisi psikologis dan menciptakan rasa aman bagi penyintas.
Rifka Annisa telah menyampaikan perihal penyelesaian melalui jalur hukum kepada penyintas. Namun, dalam kasus kekerasan seksual tertentu, proses hukum memiliki kendala, khususnya dalam menjamin terpenuhinya hak-hak dan keadilan penyintas.
Dengan adanya kendala hukum tersebut, kata Suharti, penting dicari alternatif penyelesaian yang memberikan perlindungan dan rasa keadilan bagi penyintas. Hal itu dilakukan dengan mengutamakan prinsip persetujuan dari penyintas itu sendiri.
"Apapun putusannya kalau kita sudah memberikan seluas-luasnya (pendampingan untuk penyelesaian melalui jalur hukum), saya kira itu menjadi ranahnya dia sendiri untuk memutuskan," ujar Suharti.