Sabtu 17 Nov 2018 19:44 WIB

KemenPPPA Rumuskan Strategi Pencegahan Perkawinan Anak

Indonesia menduduki peringkat ke 2 di ASEAN dengan angka perkawinan anak tertinggi

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Esthi Maharani
poster kampanye Gerakan Stop Perkawinan Anak / ilustrasi
Foto: Aditya Pradana Putra/Antara
poster kampanye Gerakan Stop Perkawinan Anak / ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam upaya menekan angka perkawinan anak, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) kini mulai merumuskan strategi model pencegahan perkawinan anak di daerah. Nantinya diharapkan daerah-daerah di Indonesia dapat mengadopsi upaya pencegahan perkawinan anak tersebut.

Deputi Perlindungan Anak KemenPPPA, Lenny Rosalin mengatakan, Indonesia menduduki peringkat ke 7 di dunia dan ke 2 di ASEAN dengan angka perkawinan anak tertinggi. Selain memengaruhi Indeks Pembangunan Manusia (IPM), perkawinan anak juga memengaruhi Indeks Kedalaman Kemiskinan.

"Strategi model pencegahan perkawinan anak ini menghadirkan praktik terbaik dari beberapa daerah terkait upaya perkawinan anak," kata Lenny dalam workshop "Rumusan Strategi Model Pencegahan Perkawinan Anak di Daerah" melalui siaran pers, Sabtu (17/11).

Lenny menjelaskan, siapapun calon pengantinnya, baik salah satu maupun kedua mempelai yang masih berusia anak, perkawinan anak merupakan bentuk pelanggaran HAM. Perkawinan anak, lanjut dia, selain mengancam kegagalan tujuan pembangunan berkelanjutan dan memengaruhi Indeks Pembangunan Manusia (IPM), juga memiliki korelasi yang postif dengan Indeks Kedalaman Kemiskinan.

"Dari segi pendidikan juga pasti banyak anak yang putus sekolah karena sebagian besar anak yang menikah dibawah usia 18 tahun tidak melanjutkan sekolahnya," kata dia.

Perkawinan anak juga berdampak pada kesehatan ibu dan anak. Jika usia anak telah mengalami kehamilan, kata dia, maka mempunyai resiko kesehatan yang lebih besar terhadap angka kematian ibu dan anak dibandingkan orang dewasa karena kondisi rahimnya rentan.

Sementara itu untuk dampak ekonominya adalah munculnya pekerja anak. Anak tersebut harus bekerja untuk menafkahi keluarganya, maka ia harus bekerja dengan ijazah, keterampilan, dan kemampuan yang rendah, sehingga mereka akan mendapatkan upah yang rendah juga.

Karena itu dia berharap, perumusan strategi pencegahan perkawinan anak tersebut bisa dijadikan acuan untuk menekan perkawinan anak di seluruh Indonesia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement