Jumat 16 Nov 2018 21:18 WIB

6 Daerah Dikaji sebagai Kawasan Percepatan Reforma Agraria

Verifikasi lokasi TORA sudah mencapai total luasan 2,3 juta hektare.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Dwi Murdaningsih
Perhutanan Sosial (ilustrasi)
Foto: Antara/Khairizal Maris
Perhutanan Sosial (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) mengkaji enam daerah sebagai kawasan percepatan lokasi Tanah Obyek Reforma Agraria (TORA) sebagai. Enam daerah itu adalah Kalimantan Timur, Riau, Sumatera Selatan, Sumatera Barat, Jambi dan Sulawesi Tengah.

Penentuan enam daerah sebagai kawasan percepatan ini sesuai dengan permintaan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. "Pasti tiap daerah tidak sama dinamikanya, tapi kita ingin bangun model yang bisa diacu sebagai dasar rujukan berbagai dinamika kasus yang dihadapi di masing-masing daerah," ujar Menko Perekonomian Darmin Nasution dalam rilis yang diterima Republika.co.id, Jumat (16/11).

Enam daerah itu mewakili isu-isu yang berbeda terkait pelaksanaan TORA. Di antaranya, TORA di lokasi sawit rakyat, ekosistem taman nasional dan TORA berupa Hutan Sosial dengan Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan (PPTKH).

Darmin menjelaskan, tiap contoh lokasi TORA dari dalam kawasan hutan itu memiliki keunikan tipe-tipe kendala dan permasalahannya dalam penetapan TORA. Hal ini akan dikaji dan dijadikan quick wins atau percepatan penyelesaian penguasaan tanah dalam kawasan hutan kedepannya.

Saat ini, capaian identifikasi dan verifikasi lokasi TORA sudah mencapai total luasan kurang lebih 2,3 juta hektare. Sebanyak 84 ribu hektar di antaranya akan diredistribusi dan dilakukan legalisasi aset untuk masyarakat pada Desember atau Januari 2019.

Penetapan enam kawasan ini juga sebagai bagian dari upaya pemerintah memenuhi target Reforma Agraria sesuai yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2015 – 2019.

Menteri LHK Siti Nurbaya menyatakan, proses pelaksanaan TORA hingga keluar sertifikat ini tidaklah mudah, tetapi tetap dapat berjalan dengan dukungan semua pihak. Pelepasan kawasan hutan yang kemudian akan diterbitkan sertifikat ini merupakan sebuah proses panjang dan perlu koordinasi lintas kementerian juga perlu dukungan stakeholder terkait.

Siti menjelaskan, proses ini sulit karena ada beberapa tahapan dan perintah-perintah rekomendatif yang dikeluarkan oleh kementerian-kementerian. "Perintahnya dari Pak Menko, kemudian ke KLHK, kembali ke Pak Menko lalu ke Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement