Jumat 02 Nov 2018 21:10 WIB

'Bangun Media Sosial yang Ramah Demi Jaga Kedamaian'

Kesadaran untuk berpikir kritis dan mendalami informasi seolah tak ada lagi.

Media sosial
Foto: ist
Media sosial

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada tahun politik penyebaran berita  hoaks melalui media sosial akhir-akhir ini masih sangat gencar dilakukan oleh kelompok-kelompok yang tidak bertanggung jawab. Bahkan masyarakat kita sekarang ini sepertinya sangat mudah terprovokasi akibat adanya penyebaran narasi propaganda melalui media sosial tanpa mau melihat data dan fakta yang ada. 

Untuk itu, sudah seharusnya pemerintah dan seluruh komponen masyarakat untuk bersama-sama mengambil langkah-langkah konkret sebagai upaya untuk menjaga perdamaian agar masyarakat Indonesia ini terus dapat menjaga kerukunan dan mewaspadai adu domba dengan  cerdas bermedia sosial.  

“Tidak bisa hanya pemerintah saja. Misalnya guru harus menyampaikan kepada murid-muridnya, tokoh agama atau tokoh masyarakat menyampaikan kepada umatnya atau masyarakatnya. Yang karyawan atau pimpinan di manapun harus mengajak orang-orang di sekitar lingkungannya untuk mulai membangun dan membuat media sosial yang ramah terhaap lingkungan, terhadap sesama agar konten-konten yang berbau kebencian, permusuhan dan konflik itu bisa bersih dari media sosial,” ujar Ketua Umum Yayasan Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP), Prof Dr Siti Musdah Mulia, Jumat (2/11).

Dikatakan Musdah, kesadaran masyarakat untuk berpikir kritis, menelaah dan mendalami informasi yang diterima melalui media sosial, meski informasi itu terkadang tidak masuk akal seperti sudah tidak ada lagi. Hal ini kalau dibiarkan secara terus menerus tentunya dapat memecah-belah persatuan yang ada di masyarakat kita.

“Yang hilang dari masyarakat kita ini adalah pemikiran kristis dan kehati-hatian serta pemahaman mengenai pentingnya menjaga perdamaian. Padahal kalau dia sadar bahwa perdamaian itu sesuatu yang harus dibangun dalam masyarakat maka tidak bakalakan semudah itu mereka meladeni atau terbelenggu pada pandangan-pandangan yang tidak masuk akal,” ujar wanita yang juga Ketua Lembaga Kajian Agama dan Jender (LKAJ) ini.

Dirinya meminta kepada masyarakat ketika meneerima sebuah berita atau informasi apapun bentuknya baik dalam bentuk meme, video, ataupun pernyataan sebaiknya masyarakat kita ini kembali dulu ke akal sehat kita dfan mencermati mengenai informasi tersebut benar atau tidak, masuk akal atau tidak.

“Kalau terima berita maka yang kita lakukanya adalah mengedepankan pemikiran kritis, logika, kita berfikir bahwa informasi itu masuk akal apa tidak. Itulah gunaya pendidikan-pendidikan. Mengapa kita menjalani pendidikan bertahun-tahun yakni untuk membangun berfikir positif agar kita tidak mudah terombang-ambing,” ujar alumni jurusan Bahasa dan Sastra Arab dari IAIN Alauddin Makassar  ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement