REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma), Said Salahudin mengatakan, strategi Partai Demokrat yang membebaskan kadernya untuk memilih pasangan capres-cawapres berpotensi mengerek elektabilitas partai itu. Alhasi, Demokrat memiliki cukup peluang untuk lolos ambang batas parlemen empat persen.
Said menjelaskan, ditinjau dari sisi yuridis, ikhtiar Partai Demokrat sama sekali tidak melanggar aturan. “Jika ditiru, boleh jadi bisa menyelamatkan parpol yang menjiplak ide itu dari kemungkinan gagal di Pemilu Legislatif,” ujar Said dalam keterangan resminya, Kamis (15/11).
Said menjelaskan, semenjak diterapkannya ambang batas parlemen atau Parliamentary Threshold (PT), membuat partai-partai peserta Pemilu 2019 makin tegang. Merujuk pada hasil survei oleh tiga lembaga, Populi Center (22 September – 1 Oktober), Kompas (24 September – 5 Oktober), dan Alvara Research Center (8 – 22 Oktober), misalnya, separuh dari parpol parlemen terancam angkat kaki dari Gedung DPR.
Setidaknya, terdapat gambaran bahwa hanya akan ada lima parpol yang bakal lolos. Oleh sebab itu, hasil sementara Pemilu versi lembaga riset memberi indikasi bahwa ada yang perlu diperbaiki dari strategi sejumlah parpol pemilik kursi DPR.
Sebab, dukungan para parpol kepada pasangan Joko Widodo-Ma'ruf Amin maupun Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, ternyata tidak berdampak positif terhadap elektabilitas mereka di pileg.
Di kubu pengusung pasangan nomor urut 01, misalnya, suara Partai Golkar berpotensi anjlok dari 14,75 persen menjadi 10,2 persen hingga 6,2 persen. Partai Nasdem, dari 6,72 persen turun menjadi antara 4,2 persen - 3,4 persen, PPP dari 6,53 persen turun ke 3,2 persen - 2,2 persen, dan Partai Hanura dari 5,26 persen menjadi 1 persen- 0,6 persen.
Khusus PKB, meski telah dipromosikan Ma'ruf Amin, tetap masih berpotensi ikut turun dari 9,04 persen menjadi 7,2 persen - 6,3 persen.
Potensi penurunan suara juga terjadi pada parpol pendukung nomor urut 02. Partai Demokrat dari 10,19 persen turun menjadi 6,3 persen -3 persen, PAN dari 7,59 persen menjadi 2,3 persen -1,6 persen, PKS dari 6,79 persen turun menjadi 3,3- 2,9 persen.
“Nah, Demokrat tampaknya sangat peka terhadap hasil survei itu. Mereka langsung memperbaiki strategi kampanyenya dengan menggunakan setidaknya dua cara,” ujar dia.
Said melanjutkan, pertama, Partai Demokrat mengekspos prestasi Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Kedua, membebaskan kadernya untuk memilih pasangan Prabowo-Sandi atau pasangan Jokowi-Ma'ruf. Sayangnya, kata dia, strategi pertama Partai Demokrat sulit diikuti oleh parpol yang lain. Tetapi, cara yang kedua bisa saja dilakukan.
“Dengan membebaskan kader dan konstituen untuk memilih capres-cawapres manapun, parpol dapat menjaga pemilih loyalnya agar tidak berpindah ke lain hati,” kata dia.
Sebelumnya, Partai Demokrat dilanda kekhawatiran mengalami penurunan suara pada Pemilu 2019. Ini karena sosok Prabowo Subianto-Sandiaga Uno selaku capres-cawapres yang diusung Demokrat tak memberikan keuntungan kepada partai berlogo mercy itu.
Karena itu, Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) , saat memberikan pembekalan kepada calon anggota legislatif (caleg)di Jawa Timur, Ahad (11/11), menyampaikan pesan terkait rendahnya elektabilitas partai berdasarkan hasil dari sejumlah lembaga survei. Dia mengatakan, seluruh kader harus tetap bersabar, tegar dan gigih berusaha untuk dapat duduk sebagai wakil rakyat.
"Saya tetap punya keyakinan bahwa Partai Demokrat tidak akan tenggelam dan Demokrat akan lebih sukses dari pemilu 2014 lalu," kata SBY dihadapan para caleg, Ahad (11/11).
Ketua Komandan Satuan Tugas Bersama (Kogasma) Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), menekankan, para caleg agar tidak berpaku pada janji poltik, namun lebih mengedepankan penjelasan apa yang telah dicapai 10 tahun lalu ketika SBY menjadi pemimpin,. Termasuk konsisten Partai Demokrat mengutamakan rakyat, dalam empat tahun terakhir.
"Ini komitmen kami dan mudah-mudahan bisa diterima dengan baik dan tentu ikhtiar akan terus kami lakukan sampai hari pencoblosan," kata AHY.
Karena itu, AHY memastikan tidak akan bergantung pada coat tail effect atau efek ekor jas dari calon presiden Prabowo Subianto. Demokrat mengaku memiliki strategi tersendiri untuk memastikan kursi di DPR RI atau DPRD.
"Tidak, kami punya strategi sendiri. Kalau bergantung pada coat tail effect itu berarti kami terlalu berharap," kata AHY.
Menurut AHY, harapan bukanlah sebuah strategi dalam politik meski diakuinya setiap manusia tetap harus berdoa. Dia menilai berlebihan jika Demokrat harus bergantung pada efek ekor jas calon presiden nomor urut 02.
Mantan calon gubernur DKI Jakarta ini mengungkapkan, mengacu pada pembuktian yang dilakukan sejumlah lembaga survei, hanya ada ada dua partai yang diuntungkan dari efek ekor jas, yakni PDIP yang memiliki Jokowi dan Gerindra mengusung Prabowo.
"Itu realitanya yang harus dihadapi oleh partai-partai lainnya," katanya.
Meski demikian, dia menutup kemungkinan jika kampanye para caleg akan dilakukan berdampingan dengan pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 02. Dia mengatakan, ini mengingat Demokrat memiliki kebersmaan dengan pasangan calon pesajng Jokowi-Ma'ruf Amin tersebut.
"Yang jelas pada akhirnya kami ingin yakinkan caleg Demokrat sukses berhasil mendapatkan kursi di Senayan," katanya
AHY mengungkapkan, Demokrat akan fokus menggarap pileg mengingat perbedaan pemilihan legislatif tahun depan dengan pemilihan wakil rakyat di tahun-tahun sebelumnya. Dia memastikan, partai memiliki pendekatan yang khas seperti yang tentunua dimiliki partai politik lainnya.
"Kami akan fokus karena bagi kami dengan semakin banyaknya keterwakilan, kami di parlemen apKah itu DPR maupun provinsi kota maka akan semakin banyak kami berbuat untuk rakyat," kata AHY.
Baca juga: Langkahi Makam, Duduk, dan Bersender di Atasnya, Bolehkah?
Baca juga: Sebab dan Alasan Yusril Akhirnya Merapat ke Jokowi-Ma'ruf