Kamis 15 Nov 2018 17:55 WIB

Implementasi Kartu Perlindungan Relawan Diharapkan Berjalan

Relawan yang langsung terjun ke lapangan biasanya tak dilindungi lembaga secara penuh

Rep: Fuji E Permana/ Red: Gita Amanda
Festival Filantropi Indonesia 2018. Kapala Bapennas Bambang Brodjonegoro (kedua kanan) bersama Dirut BPJS Ketenagakerjaan Agus Susanto (kanan) menyerahkan kartu peserta BPSJ secara simbolis pada pembukaan Indonesia Philanthropy Festival/ FIFest 2018 di Balai Sidang Jakarta, Kamis (15/11).
Foto: Republika/Wihdan
Festival Filantropi Indonesia 2018. Kapala Bapennas Bambang Brodjonegoro (kedua kanan) bersama Dirut BPJS Ketenagakerjaan Agus Susanto (kanan) menyerahkan kartu peserta BPSJ secara simbolis pada pembukaan Indonesia Philanthropy Festival/ FIFest 2018 di Balai Sidang Jakarta, Kamis (15/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perhimpunan Filantropi Indonesia bekerja sama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan meluncurkan kartu perlindungan relawan saat Filantropi Indonesia Festival (FIFest) di Jakarta Convention Centre (JCC) pada Kamis (15/11). Forum Zakat (FOZ) mengingatkan agar inisiator kartu perlindungan relawan memastikan implementasi kartu perlindungan tersebut berjalan baik.

Ketua Umum FOZ Bambang Suherman mengatakan, peluncuran kartu perlindungan relawan merupakan inisiatif yang positif dan produktif. Terdapat dua model relawan di lapangan. Pertama, relawan yang terdaftar di lembaga. Relawan tersebut melakukan aksi berdasarkan desain yang sudah direncanakan sejak awal.

"Biasanya, relawan model seperti ini sudah tercover asuransi oleh lembaga yang membawanya," kata Bambang kepada Republika.co.id, Kamis (15/11).

Ia menjelaskan, kedua, model relawan yang langsung terjun ke lapangan karena punya keinginan kuat untuk ikut meringankan beban kemanusiaan. Mereka menggunakan aliansi taktis di lapangan sebagai bentuk kerja samanya. Relawan seperti ini biasanya tidak dilindungi lembaga secara penuh. Relawan model seperti ini banyak sekali yang belum terpenuhi jaminan kesehatan dan keselamatannya di lapangan.

Kalau ada kartu perlindungan relawan yang diluncurkan Perhimpunan Filantropi Indonesia, tentu akan sangat positif dan produktif. Akan tetapi, implementasinya harus diawasi untuk memastikan tidak ada masalah saat relawan melakukan klaim.

"Kita tahu BPJS punya banyak masalah, bukan hanya manajemen BPJS melakukan servis terhadap nasabahnya, tapi juga stakeholder mereka, yaitu rumah sakit yang kadang dalam proses melakukan klaim nasabah masih sangat stereotip," ujarnya.

Bambang mengungkapkan, di lapangan sering menjumpai dua model pasien, yakni pasien umum dan BPJS. Sangat terlihat perbedaan antara pasien umum dan BPJS. Hal inilah yang harus diantisipasi oleh inisiator kartu perlindungan relawan. Jangan sampai implementasi kartu perlindungan relawan sama sulitnya dengan klaim BPJS.

FOZ juga mengingatkan agar Perhimpunan Filantropi Indonesia bekerja sama dengan banyak pihak. Supaya implementasi kartu perlindungan relawan berjalan dengan baik. Sebab, perlu dipikirkan relawan yang jalan sendiri tanpa naungan lembaga, siapa yang akan mengadvokasi mereka saat melakukan klaim kartu perlindungan relawan. Kalau kartu perlindungan ini direalisasikan dengan baik, maka akan sangat positif hasilnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement