REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dengan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kemenkumham menggelar rapat koordinasi di Jakarta, Selasa (14/11). Tujuannya adalah untuk menyamakan persepsi dalam menangani narapidana terorisme.
"Perlu sinergi bersama antara kami dari BNPT dan petugas Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) melalui Ditjen Pemasyarakatan dalam menangani napi terorisme yang sedang menjalani masa pembinaan di lapas," kata Deputi I BNPT Mayjen TNI Hendri Paruhuman Lubis saat membuka rakor tersebut.
Menurut dia, menangani napiter tidak bisa disamakan dengan pelaku tindak kriminal biasa. Butuh kewenangan, penanganan, dan kebijakan khusus dalam upaya penanggulangannya termasuk dalam menjalankan program pembinaan pelakunya.
"Inilah yang selalu disalahpahami oleh masyarakat bahwa deradikalisasi dianggap sebagai proses instan mengubah seseorang yang radikal menjadi tidak radikal," katanya.
Ia mengatakan banyak tantangan dan permasalahan dalam pelaksanaan deradikalisasi mulai dari persoalan koordinasi, identifikasi, penempatan, fasilitas hingga persoalan lemahnya kapasitas SDM dalam menangani program pembinaan ini.
"Saya kira inilah urgensi dari kegiatan ini sebagai wadah koordinasi, sinergi, dan penyamaan persepsi antara BNPT dengan petugas lapas, khususnya pamong yang merupakan garda terdepan yang bersentuhan langsung dengan narapidana terorisme agar napiter tersebut bisa berubah menjadi lebih baik," katanya.
Sementara itu Direktur Jenderal Pemasyarakatan Sri Puguh Budi Utami mengatakan terorisme adalah kasus khusus dan luar biasa sehingga pembinaannya pun khusus.
"Intinya para narapidana dan tahanan yang ditempatkan di lapas dan rutan dalam menjalani masa pidananya adalah agar ada perubahan untuk menjadi lebih baik, sadar, tobat yang kemudian melakukan hal-hal baik. Pada saat menjalankan tugas yang tidak ringan seperti ini, tentunya jajaran kami harus dikuatkan kapasitasnya," ujarnya.
Ia mengakui dalam menangani pihaknya tidak bisa bekerja sendiri karena memasyarakatkan napiter juga ada pilar-pilar lain yang ikut terlibat, di antaranya BNPT, Densus 88, serta pihak terkait lainnya yang peduli akan adanya keretakan sosial yang dialami oleh warga binaan.
Menurutnya, BNPT yang menjadi ujung tombak di bidang penanggulangan terorisme perlu untuk mempersiapkan suatu metode ataupun strategi khusus dalam menangani napiter yang nantinya akan dijalankan oleh petugas lapas ataupun rutan.
"Tentunya butuh satu kesepahaman juga dari berbagai pihak ketika ada keberhasilan adalah keberhasilan bersama. Ini sungguh satu pekerjaan yang tidak ringan buat kami. Kami berharap untuk saling memberikan kontribusi supaya teroris tidak ada lagi di Indonesia," katanya.
Rakor diikuti sebanyak 93 kepala lapas, 112 pamong, dua kepala rutan, dan 18 orang dari Ditjen Pemasyarakatan. Hadir dalam pembukaan rakor antara lain Sekretaris Utama BNPT Marsda TNI Asep Adang Supriyadi, Deputi III bidang Kerja Sama Internasional BNPT Irjen Pol Hamidin, serta pejabat eselon II dan III BNPT.