REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- KPK pada Selasa (13/11) mendalami indikasi penanggalan mundur dalam perizinan proyek Meikarta di Bekasi, Jawa Barat lewat pemeriksaan tiga saksi. Para saksi yang diperiksa adalah Joko Mulyono, Kabid di bagian hukum pemkab Bekasi; Asep Efendi, Pengawal Pribadi Bupati dan Daniel Firdaus, Kabid PSDA Dinas PUPR Kabupaten Bekasi.
"Dalam pemeriksaan kali ini fokus KPK pada dua hal, yaitu: proses perizinan dan pertemuan antara Bupati dengan pihak lain terkait proyek Meikarta," kata Febri, Selasa.
Terkait dengan perizinan, KPK mendalami informasi adanya indikasi penanggalan mundur dalam sejumlah dokumen perizinan Meikarta, yaitu sejumlah rekomendasi sebelum penerbitan IMB, perizinan lingkungan dan pemadam kebakaran, dan lainnya. Jika rekomendasi-rekomendasi tersebut tidak diproses dengan benar, maka risiko seperti masalah lingkungan seperti banjir dan lainnya di lokasi pembangunan properti dapat menjadi lebih tinggi.
"Terkait dengan adanya dugaan penanggalan mundur dalam perizinan Meikarta ini, KPK sedang menelusuri juga apakah pembangunan sudah dilakukan sebelum perizinan selesai," terang Febri.
Sejak awal, KPK memang menduga ada persoalan dalam proses perizinan proyek Meikarta. Oleh karena itu, KPK juga berharap penyidikan berjalan seiring dengan proses evaluasi dari pihak Pemkab Bekasi atau Pemprov Jawa Barat terhadap perizinan proyek Meikarta.
"Kami menduga persoalan perizinan Meikarta terjadi sejak awal, misal: masalah pada tata ruang. Karena itu, sebenarnya beralasan bagi pihak Pemprov, Pemkab ataupun instansi yang berwenang untuk melakukan evaluasi terhadap perizinan Meikarta," tambah Febri.
Lebih lanjut ia menambahkan, peruntukkan lahan dan tata ruang penting diperhatikan agar pembangunan properti dapat dilakukan secara benar dan izinnya tidak bermasalah. Karena jika ada masalah, maka hal ini dapat merugikan masyarakat yang menjadi konsumen.
"Adanya temuan KPK tentang dugaan suap dalam proses perizinan, dan indikasi backdate sejumlah dokumen perizinan semestinya bisa menjadi perhatian bagi pihak yang memiliki kewenangan untuk melakukan review perizinan Meikarta," tegasnya.
Sebelumnya, dari serangkaian bukti komunikasi dan pemeriksaan saksi oleh penyidik KPK, kasus ini semakin mengerucut kepada kepentingan Lippo Group, selaku pengembang megaproyek 'Kota Baru' itu. Proyek Meikarta digarap oleh PT Mahkota Sentosa Utama (MSU), anak usaha PT Lippo Cikarang Tbk.
Secara keseluruhan, nilai investasi proyek Meikarta ditaksir mencapai Rp 278 triliun. Meikarta menjadi proyek terbesar Lippo Group selama 67 tahun grup bisnis milik Mochtar Riady itu berdiri.
Dalam kasus ini, Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro diduga memberikan uang Rp 7 miliar kepada Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin dan anak buahnya. Uang itu diduga bagian dari fee yang dijanjikan sebesar Rp 13 miliar terkait proses pengurusan izin proyek Meikarta. Billy dan Neneng sudah ditetapkan sebagai tersangka bersama tujuh tersangka lainnya.
Diduga, pemberian terkait dengan izin-izin yang sedang diurus oleh pemilik proyek seluas total 774 hektare yang dibagi ke dalam tiga fase/tahap. Yaitu, fase pertama 84,6 hektare, fase kedua 252,6 hektare, dan fase ketiga 101,5 hektare.
Pekan lalu, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengungkapkan, penyidik sedang mendalami sumber uang yang digunakan oleh Billy Sindoro untuk menyuap dalam pengurusan izin proyek Meikarta. Billy diduga menyuap Bupati Bekasi dan jajarannya.
“Rasa-rasanya kalau untuk urusan perusahaan nggak mungkin kan keluar dari kantong pribadi. Ini yang perlu didalami penyidik,” ujar Alex di Gedung KPK Jakarta, Kamis (1/11).
Baca juga
- KPK Ingatkan Lippo Group Kooperatif dalam Kasus Meikarta
- Dicecar 59 Pertanyaan, James Riady: Saya akan Kooperatif
- Meikarta, KPK Dalami Keterlibatan Korporasi Melalui James
Dugaan keterlibatan korporasi
Tidak hanya berfokus kepada sembilan tersangka, KPK juga mengembangkan kasus Meikarta ke dugaan keterlibatan korporasi. Febri Diansyah pada Rabu (31/10) mengatakan, penyidik KPK mendalami pertemuan yang dilakukan CEO Lippo Group James Riady dengan Bupati nonaktif Bekasi Neneng Hasanah Yasin.
Febri mengatakan penyidik memang sedang melakukan penyelidikan terkait keterlibatan korporasi. Penyidik mendalami mulai dari peristiwa hingga isi pembicaraan dalam pertemuan James dengan bupati.
Penyidik mengklarifikasi sejauh mana kontribusi Lippo sebagai korporasi dalam proyek Meikarta. "Nanti kami lihat apakah ada atau tidak perbuatan-perbuatan tersebut dalam kapasitas perbuatan perorangan atau korporasi,” kata Febri dalam pesan singkatnya, Rabu (31/10).
James Riady mengakui pernah bertemu dengan Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin pada akhir 2017. Menurut James, saat itu ia datang ke kediaman Neneng untuk sekadar memberi selamat kepada Neneng yang baru saja melahirkan.
"Benar saya ada bertemu sekali dengan ibu Bupati yaitu pada saat beliau baru saja melahirkan," kata James usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK Jakarta, Selasa (30/10) malam.
Pemeriksaan James Riady. CEO Lippo Group James Riady bersiap menjalani pemeriksaan di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Selasa (30/10).
James mengaku sebelum pertemuan tersebut, ia tak pernah bertemu dengan Neneng. Bahkan, ia juga baru mengetahui bahwa yang memimpin Kabupaten Bekasi adalah seorang perempuan.
"Kebetulan saya ada berada di Lippo Cikarang diberi tahu bahwa beliau baru melahirkan. Saya pertama kali baru tahu bahwa bupati itu adalah seorang ibu wanita. Waktu itu, saya diajak untuk mampir hanya sekedar mengucapkan selamat saja,” kata dia.
James menegaskan ia hanya mengucapkan selamat kepada Neneng dan tidak ada pembicaraan lain. “Tidak ada pembicaraan izin, tidak ada pembicaraan mengenai bisnis atau apa pun dengan beliau. Nah itu yang sudah saya memberikan pernyataan,” kata dia.
OTT Kasus Meikarta