REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan menginginkan proses tender perusahaan penyedia sistem jalan berbayar elektronik atau electronic road pricing (ERP) sesuai dengan aturan. Oleh karena itu, dia akan melakukan konsultasi kepada Kejaksaan Agung, perihal ini.
“Begini, intinya adalah kita ingin proses tender itu mengikuti semua ketentuan yang ada, dan ada beberapa aspek dari proses ini yang mungkin perlu dikonsultasikan dulu kepada Kejaksaan Agung,” kata Anies di Balai Kota DKI Jakarta, Senin (12/11).
Sebab, kata dia, terdapat proses yang kemungkinan masih menjadi pertanyaan dalam proses pemenangan tender yang berpotensi masalah. Dia menginginkan jangan sampai muncul masalah ketika nanti telah dimenangkan dalam proses tender.
Lebih baik, kata dia, saat proses pencarian perusahaan penyedia, bila terdapat permasalahan, maka pihaknya minta untuk segera diperbaiki. Oleh sebab itu, kemungkinan besar, kata dia, pihaknya akan meminta untuk melakukan konsultasi dengan Kejaksaan Agung.
“Konsultasi tentang prosesnya, untuk memastikan bahwa semua yang dikerjakan di dalam proses tender ini benar, tidak ada yang menyimpang,” kata Anies.
Oleh sebab itu, pihaknya pun tak akan terburu-buru untuk menentukan siapa atau berapa perusahaan yang akan menang tender sebagai penyedia sistem jalan berbayar elektronik. “Tapi di aspek ketentuannya, kelihatannya harus ada review di situ,” kata Anies.
Kepala Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Bambang Prihantono menyarankan sistem ganjil-genap akan terus berlaku sampai kebijakan jalan berbayar elektronik atau //Electronic Road Pricing// (ERP) diterapkan. Menurut Bambang, saat ini masih dilakukan studi dan butuh waktu hingga satu tahun, sehingga ERP baru bisa diimplementasikan pada akhir 2019.
"Akhir tahun (2019) karena kami butuh studinya satu tahun, sekarang sudah bulan November," kata Bambang di sela-sela Asean University Network (AUN) - 1st CISD AUN-SCUD International Suistanable Infrastructure and Urban Development 2018, Jakarta, Senin (12/11).
Dalam studi juga akan dibahas terkait kebutuhan investasi serta pemetaan, terutama untuk Ring 3 wilayah BPTJ. Ring 1 di sepanjang jalan Sudirman-Thamrin, kemudian Ring 2 di Kuningan dan jalan utama di sekitarnya, dan di Ring 3 di perbatasan Bekasi, Depok, Bogor dan Tangerang.
ERP sendiri sudah diatur dalam Perpres 55 Tahun 2018 tentang Rencana Induk Transportasi Jabodetabek. "Karena ganjil-genap kan tidak bisa lama-lama, kan dulu saya bilang seperti obat generik paling satu tahun. Kami siapkan jangan sampai ada kekosongan kebijakan, nanti kondisinya semrawut lagi," papar Bambang.
Apabila ganjil-genap dilakukan terus-menerus, lanjut Bambang, maka potensi masyarakat membeli mobil kedua akan semakin meningkat. Atau beralih ke motor yang memiliki tingkat kecelakaan lebih tinggi.
"Karena tumbuh terus dan orang juga akhirnya bicara beli mobil kedua, naik motor," jelas dia.
Pengamat transportasi yang juga merupakan Sekretaris Dewan Transportasi Kota Jakarta, Aully Grashinta mendorong Peraturan Daerah (Perda) yang mengatur tentang ERP untuk segera dibahas. Namun, dia menyadari, kebijakan itu memiliki banyak hambatan.
“Iya ERP atau disebut Jalan Berbayar Elektronik memang masih banyak hambatan. DTKJ sendiri mendorong penerapan ERP secepatnya, sebagai kebijakan push and pull ke angkutan umum,” kata Aully kepada Republika, Senin (12/11).
Dia mengatakan, permasalahan tentang ERP bukan hanya masalah kebutuhan integrasi transportasi di DKI Jakarta. Namun, dia menekankan adanya aturan yang menyulitkan beberapa proses termasuk lelang.
Namun, dia mengakui pihaknya sampai saat ini masih belum mendapatkan informasi mengenai siapa saja pemenang lelang penyedia sistem ERP. Pihaknya mengaku belum mendapat informasi mendetail.
Pihaknya memiliki sikap, para perusahaan penyedia yang menang lelang nanti ditekankan harus telah terbukti efektif dan dapat mengantisipasi perubahan. Sebab, setiap sistem yang dimiliki penyedia, kata dia, sebenarnya memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Para penyedia, lanjutnya, harus memenuhi kebutuhan DKI yang mungkin berbeda dari negara-negara lainnya. Beberapa sistem yang dimiliki oleh perusahaan penyedia antara lain ada yang menggunakan Radio Frequency Identification (RFID) dan On Board Unit (OBU).
Dia menjelaskan, RFID sendiri bisa berbentuk stiker yang nantinya bisa dibaca oleh mesin pembaca. Sementara sistem OBU harus meletakkan mesin dalam kendaraan.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Perhubungan dan Transportasi DKI Jakarta, Sigit Wijatmoko mengatakan pihaknya masih melakukan proses tender. Dia membenarkan terdapat tiga perusahaan yang saat ini tengah lulus prakualifikasi.
Berdasarkan pemantauan pada laman Layanan Pengadaan Secara Elektronik Pemprov DKI Jakarta, yaitu http://lpse.go.id"lpse.go.id. Tiga perusahaan itu antara lain PT Bali Towerindo Sentra, Kapsch Traffic Com AB, dan Qfree ASA.
“Tiga perusahaan itu baru lulus PQ atau Prakualifikasi, lebih kepada data administrasi perusahaan, kemampuan keuangan, modal, pengalaman, itu. Nah sekarang ke teknis dan harga. Teknis itu diawali dengan paparan konsep yang telah dilakukan oleh ketiga perusahaan,” kata Sigit.
Tiga perusahaan itu tercantum dalam laman LPSE sebagai perusahaan yang memenuhi persyaratan dokumen prakualifikasi. Setiap calon penyedia itu, kata dia, memiliki kesempatan untuk melaksanakan uji coba sebagai bagian dari evaluasi teknis.