REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) menilai terjadinya peristiwa intoleransi di Tanah Air salah satunya didorong oleh berbagai peristiwa politik, seperti pilihan bupati, pilihan wali kota, pilihan gubernur, maupun pilpres. Jokowi menilai hal ini karena pengaruh para politikus yang pintar melakukan berbagai cara untuk mempengaruhi masyarakat.
“Lebih banyak sebetulnya yang berkaitan dengan intoleransi, terutama ini di negara kita, ini lebih banyak didorong oleh peristiwa-peristiwa politik. Pilbup, pilwalkot, pilgub, pilpres. Kejadiannya banyak dimulai dari situ," ujar Jokowi saat bersilaturahim dengan peserta Kongres Indonesia Milenial Movement 2018 di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Senin (12/11).
Ia mencontohkan, beberapa kali penyelenggaraan pesta demokrasi baik pilihan bupati, wali kota, dan gubernur menyebabkan adanya gesekan antarmasyarakat. Bahkan tak sedikit pula masyarakat yang enggan saling sapa karena perbedaan pilihan.
Begitu juga saat diselenggarakan Pilpres 2014 yang lalu. Menurutnya, hingga saat ini, perseteruan di pilpres empat tahun lalu itu pun masih sering diungkit-ungkit kembali bahkan hingga melalui media sosial.
"Coba di lihat di medsos isinya seperti apa. Ini pengaruh politik yang sering mengadu-adu kita, yang muncul intoleransi karena di sini dibentur-benturkan. Ini yang sering saya sampaikan berbahaya sekali," jelas Presiden.
Tak hanya itu, presiden juga menceritakan tuduhan PKI terhadap dirinya. Tuduhan tersebut gencar disampaikan saat Pilpres 2014 yang lalu. Namun, kata dia, hingga kini menjelang Pilpres 2019, tuduhan itu masih dilakukan.
Bahkan, lanjut Jokowi, tak sedikit masyarakat yang mempercayai tuduhan tersebut. Ia menyebut masih terdapat enam persen atau sembilan juta masyarakat mempercayai bahwa dirinya sebagai anggota PKI.
Karena itu, ia menilai penting untuk meluruskan berbagai tuduhan yang ditujukan kepada dirinya. "Banyak banget sembilan juta percaya kayak gitu. Kalau enggak saya luruskan berbahaya. (Karena itu) hanya untuk kepentingan politik," kata dia.
Menurut dia, pada era keterbukaan ini, masyarakat dapat dengan mudah mencari informasi mengenai dirinya terkait berbagai hal. Ia pun berharap agar masyarakat tak menelan mentah-mentah setiap informasi yang diterimanya.
Jokowi menilai cara berpolitik dengan berbagai cara termasuk fitnah merupakan berpolitik yang tak beretika dan tak beradab. Cara-cara tersebut, kata dia, bukan merupakan sikap masyarakat Indonesia.