REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami kasus suap pengurusan izin proyek pembangunan Meikarta, di Cikarang, Kabupaten Bekasi. Pada Senin (12/11), penyidik menggadendakan pemeriksaan terhadap Support Service Project Management PT Lippo Cikarang, Eddy Triyanto.
"Yang bersangkutan akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka SMN (Kepala Dinas Damkar Bekasi Sahat MBJ Nahar)," kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Senin (12/11).
Selain Eddy, penyidik juga memanggil satu PNS Dinas PUPR Kota Bekasi Dicky Cahyadi. Dia juga akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka yang sama.
Belum diketahui jelas hal apa yang akan digali penyidik dari kedua saksi tersebut. Namun, diduga kuat keduanya mengetahui sumber uang hingga ihwal penyuapan.
Sebelumnya, dari serangkaian bukti komunikasi dan pemeriksaan saksi oleh penyidik KPK, kasus ini semakin mengerucut kepada kepentingan Lippo Group, selaku pengembang megaproyek 'Kota Baru' itu. Proyek Meikarta digarap oleh PT Mahkota Sentosa Utama (MSU), anak usaha PT Lippo Cikarang Tbk.
Secara keseluruhan, nilai investasi proyek Meikarta ditaksir mencapai Rp278 triliun. Meikarta menjadi proyek terbesar Lippo Group selama 67 tahun grup bisnis milik Mochtar Riady itu berdiri.
Dalam kasus ini, Billy Sindoro diduga memberikan uang Rp7 miliar kepada Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin dan anak buahnya. Uang itu diduga bagian dari fee yang dijanjikan sebesar Rp13 miliar terkait proses pengurusan izin proyek Meikarta.
KPK sudah menetapkan Bupati Bekasi periode 2017-2022, Neneng Hasanah Yasin (NHY) dan Direktur Operasional (DirOps) Lippo Group, Billy Sindoro (BS) sebagai tersangka kasus dugaan suap pengurusan perizinan proyek pembangunan Meikarta.
Selain Neneng dan Billy, KPK juga menetapkan tujuh orang lainnya yakni, dua konsultan Lippo Group, Taryadi (T) dan Fitra Djaja Purnama (FDP), serta Pegawai Lippo Group, Henry Jasmen (HJ).
Kemudian, Kepala Dinas PUPR Bekasi, Jamaludin (J), Kepala Dinas Damkar Bekasi, Sahat MBJ Nahar (SMN), Kepala Dinas DPMPTSP Bekasi, Dewi Tisnawati (DT) serta Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Bekasi, Neneng Rahmi (NR).
Sebagai pihak yang diduga pemberi suap, Billy, Taryadi, Fitra dan Henry Jasmen disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sementara yang diduga menerima suap, Neneng, Jamaludin, Sahat, Dewi disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Neneng mendapat pasal tambahan yakni diduga penerima gratifikasi dan disangkakan melanggar Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.