Jumat 09 Nov 2018 21:45 WIB

Polisi Tangkap Sindikat Peretas Anak di Bawah Umur

Pelaku ditangkap di beberapa daerah.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Muhammad Hafil
Ilustrasi Kekerasan Anak
Foto: Foto : MgRol112
Ilustrasi Kekerasan Anak

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri mengungkap sindikat peretas situs-situs kantor swasta di daerah. Para pelaku diketahui merupakan sekelompok anak-anak dibawah umur.

Polisi menangkap empat orang berinisial LYC alias Mr.l4m4 (19 tahun), MSR alias G03NJ47 (14 tahun), JBEK alias Mr. 4l0ne (16 tahun), dan HEC alias S3CD3C (13 tahun). Untuk pelaku LYC dilakukan penahanan dan tiga lainnya polisi memutuskan untuk melakukan penyelesaian pidana diluar pengadilan atau diversi karena pelaku dibawah umur.

"Pelaku kami tangkap dari beberapa daerah, Jambi, Cirebon kemudian di Mojokerto, kami melakukan penangkapan terkahir di Kediri,” kata Kasubdit II Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Kombes Rickynaldo Chairul, Jumat (9/11).

Rickynaldo menjelaskan, para pelaku mendapatkan pelajaran membobol situs dari seseorang yang disebut dengan tutor. Saat ini, tutor tersebut masih diburu oleh aparat kepolisian."Para tutor mengajarkan bagaimana melakukan hack dengan teknik tertentu melalui grup Facebook," kata Ryckynaldo.

Setelah para pelaku berhasil meretas salah satu situs kantor swasta, mereka akan dihadiahi masuk ke dalam grup Facebook bernama Black Hat (Official).

Dalam aksi peretasannya, Rickynaldo menyebut bahwa situs yang dijebol kemudian dirusak dengan tulisan atau postingan yang mengandung unsur Suku, Agama, Ras dan Antar-Golongan (SARA) dan radikalisme. "Ini sedang kami lakukan pendalaman karena hasil uploadnya tersebut atau hasil bajakan mengandung unsur SARA, radikalisme dan unsur lain," ujar dia.

Dalam hal ini, penyidik melakukan penyitaan sejumlah barang bukti antara lain empat unit handphone, tiga unit laptop, satu flashdisk, dan tiga lembar bukti pembayaran jaringan internet.

Atas perbuatannya, pelaku disangka melanggar Pasal 50 Jo Pasal 22 huruf b undang-undang nomor 36 tahun 1999 tentang telekomunikasi atau Pasal 46 ayat (1) ayat (2) dan ayat (3) Jo pasal 30 ayat (1) ayat (2) ayat (3), pasal 48 ayat (1) Jo pasal 32 ayat (1) undang-undang nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik.

Terkait kasus ini, Ketua KPAI Susanto menyoroti peran sekolah dalam memberikan pendidikan pada murid. Menurutnya, pendidikan teknologi informasi memang perlu diberikan pada setiap murid. Namun, soft skill atau pembangunaan karakter juga tetap harus dibangun.

"Apa yang boleh apa yang tidak boleh dilakukan itu guru memang harus memberikan peran yang cukup besar dibandingkan semata-mata menegaskan diwilayah hard skill," kata Susanto.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement