Jumat 09 Nov 2018 15:55 WIB

Jokowi Sebut Istilah Baru: Politik Genderuwo

Politik Genderuwo cenderung menakut-nakuti rakyat.

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Muhammad Hafil
Presiden Joko Widodo (Jokowi) meninjau MRT di Depo MRT Lebak Bulus, Jakarta Selatan, Selasa (6/11).
Foto: Republika/Dessy Suciati Saputri
Presiden Joko Widodo (Jokowi) meninjau MRT di Depo MRT Lebak Bulus, Jakarta Selatan, Selasa (6/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan sikap santun yang selama ini selalu dipegang teguh oleh masyarakat telah mulai memudar. Salah satunya terlihat dari perilaku para politisi dalam berpolitik yang sudah melupakan sikap kesantunan. 

Jokowi berpendapat, saat ini banyak politikus yang pandai memengaruhi masyarakat. Namun, ia menyayangkan sikap para pelaku politik yang cenderung tak memandang etika berpolitik dan keberadaban.

"Coba kita lihat politik dengan propaganda menakutkan, membuat ketakutan dan kekhawatiran. Setelah takut, yang kedua membuat sebuah ketidakpastian. Masyarakat emang digiring untuk ke sana. Dan yang ketiga, masyarakat akan menjadi ragu-ragu," ucap Jokowi di Kabupaten Tegal, Jumat (9/11). 

Jokowi memiliki satu istilah khusus untuk menggambarkan perilaku berpolitik tak beretika yang menebar ketakutan dan kekhawatiran di tengah masyarakat. Ia menyebut cara berpolitik tersebut sebagai 'politik genderuwo' yakni politik yang menakut-nakuti. 

"Cara-cara seperti ini adalah cara-cara politik yang tidak beretika. Masak masyarakatnya sendiri dibuat ketakutan? Itu namanya politik genderuwo, menakut-nakuti," ucapnya, dikutip dari siaran resmi Istana.

Presiden berharap cara-cara berpolitik seperti itu segera ditanggalkan. Ia ingin masyarakat memperoleh contoh politik yang baik dan menghadirkan kegembiraan pesta demokrasi di Indonesia.

Jokowi menilai politik dan pesta demokrasi seharusnga disambut dengan gembira oleh masyarakat. Dengan begitu, masyarakat dapat memberikan suaranya secara jernih dan rasional untuk memilih pemimpin yang tepat. 

Karena itu, ia menekankan pentingnya kesantunan dalam berpolitik. Politik yang dibiarkan berjalan tanpa etika pun perlu dihindari.

"Kita harus mengarahkan kematangan dan kedewasaan berpolitik dengan cara-cara seperti itu (santun). Oleh sebab itu, sering saya sampaikan, hijrah dari ujaran kebencian kepada ujaran kebenaran, hijrah dari pesimisme kepada optimisme, hijrah dari kegaduhan ke kerukunan dan persatuan," ujar Jokowi. 

Sebelumnya, Jokowi pada Oktober lalu pernah menyebut istilah politik sontoloyo. Yaitu, cara berpolitik yang memecah belah masyarakat, menyebabkan kebencian, mengadu domba dengan cara tak beradab itulah yang ia sebut dengan politik sontoloyo. "Kalau masih pakai cara-cara lama seperti itu, masih memakai politik kebencian, politik sara, politik adu domba, politik pecah belah itu namanya politik sontoloyo," kata Jokowi di ICE, Tangerang, Rabu (24/10).

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement