Jumat 09 Nov 2018 15:24 WIB

BPJS Kesehatan Setop Sementara Sistem Rujukan Daring

Pemberhentian sementara sistem rujukan daring dimulai sejak Kamis (8/11).

Rep: Antara, Dadang Kurnia/ Red: Andri Saubani
Direktur Utama BPJS Kesehatan, Fachmi Idris
Foto: RepublikaTV/Fian Firatmaja
Direktur Utama BPJS Kesehatan, Fachmi Idris

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- BPJS Kesehatan melakukan evaluasi nasional dengan memberhentikan sementara atau moratorium uji coba penerapan sistem rujukan daring bagi peserta Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat. Pemberhentian sementara sistem rujukan daring dimulai sejak Kamis (8/11).

"Kemarin uji cobanya kita hentikan untuk evaluasi nasional, untuk kita dengar semua masukan yang ada. Tidak semua hasil uji coba itu jelek kok, banyak yang kemudian mendukung," kata Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris di Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Jumat (9/11).

Menurutnya proses evaluasi itu akan dilangsungkan selama sebulan. Pada saat proses evaluasi itu BPJS Kesehatan akan mengumpulkan pihak-pihak terkait seperti Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Rumah Sakit Indonesia (PERSI) dan dari Kementerian Kesehatan, untuk meminta masukan-masukan.

Rencananya setelah proses evaluasi, nantinya akan kembali dilakukan uji coba kedua terkait penerapan sistem rujukan daring bagi peserta Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat. Fachmi meyakini, sistem rujukan daring ini harus diterapkan di Indonesia. Hanya saja masih ada aturan-aturan yang mesti diperbiki.

"Prinsipnya semua sangat memahami bahwa sistem rujukan ini harus kita bangun, tinggal nanti dimana keberatan-keberatan kita lihat secara objektif. Setelah evaluasi, akan masuk uji coba golongang kedua pascaevaluasi," jelasnya.

Dia menegaskan, sistem rujukan daring digagas lantaran BPJS Kesehatan ingin memudahkan dan memberi kepastian bagi para pesertanya. Diharapkan pasien lebih mudah memilih sarana pelayanan, dan tidak perlu mengantre dalam waktu yang cukup panjang.

"Kita ingin distribusinya bagus itu memudahkan. Kedua, memastikan dokter yang praktik dan lainnya, jam berapa, sehingga ada kepastian saat datang ke rumah sakit peserta ketemu dokter yang sesuai kompetensinya," kata Fachmi.

Ketua Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI)  Muhammad Adib Khumaidi berpendapat, keputusan BPJS Kesehatan memberhentikan sementara dan mengevaluasi uji coba penerapan sistem rujukan online bagi peserta Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat sudah tepat. Itu tak lain karena menurutnya masih banyak yang harus diperbaiki dari pengaplikasian sistem tersebut.

"Kita minta setop dulu. Harus disetop dulu, harus ada perbaikan, harus ada evaluasi. Uji coba setop, evaluasi, nanti kita lihat perbaikan-perbaikannya," kata Adib saat ditemui di Fakultas Kedokteran Kampus A Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Jumat (9/11).

Dalam mekanisme sebelumnya, pasien berobat mulai dari fasilitas kesehatan tingkat pertama, yakni pusat kesehatan masyarakat (puskesmas), klinik maupun dokter praktik swasta kemudian bisa dirujuk ke rumah sakit tipe D, C dan B. Namun, kini mekanismenya harus berjenjang dari rumah sakit tipe D ke C, B dan A.

Adib menyatakan, terkait sistem rujukan daring yang diterapkan BPJS Kesehatan, dalam konteks sistemnya, IDI sangat setuju. Tetapi, kata dia, rujukan daring itu tetap harus berdasarkan pada kompetensi pelayanan, bukan hanya klasifikasi rumah sakit saja. Artinya, rujukan berjenjang itu mestinya berdasarkan kompetensi pelayanan bukan berdasarkan seperti mesin yang hanya D, C, B, A, saja.

"Sehingga akhirnya apa, kalau itu kemudian dikunci dengan sebuah sistem yang mengikat, pada saat pasien atau masyarakat mendapatkan pelayanan yang sebelumnya berbeda maka menjadi sebuah problem juga di masyarakat," ujar Adib.

Adib juga menegaskan, IDI akan sangat menerima jika sistem rujukan online yang diterapkan BPJS Kesehatan itu benar-benar mempermudah masyarakat. Tetapi, jika sistem tersebut nantinya malah mempersulit masyarakat memperoleh hak-haknya, maka sistem tersebut jangan dulu diterapkan sebelum benar-benar diperbaiki.

"Jadi dalam kontek sistem online jika itu mempermudah pasien kita akan terima. Tapi kalau itu mempersulit pelayanan dan kemudian pasien tidak mendapatkan haknya dengan baik, maka itu perlu diperbaiki dulu," kata Adib.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement