Selasa 06 Nov 2018 20:45 WIB

Eni Saragih Kembalikan Rp 1,3 Miliar ke KPK

Bukti pengembalian uang ini akan masuk dalam berkas perkara sebagai barang bukti.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Muhammad Hafil
Tersangka kasus dugaan suap PLTU Riau-1 Eni Maulani Saragih bersiap menjalani pemeriksaan di Gedung KPK Jakarta, Selasa (6/11/2018).
Foto: Antara/Reno Esnir
Tersangka kasus dugaan suap PLTU Riau-1 Eni Maulani Saragih bersiap menjalani pemeriksaan di Gedung KPK Jakarta, Selasa (6/11/2018).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih kembali menyerahkan uang Rp1,3 miliar kepada penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sebelumnya Eni telah menyerahkan uang suap terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-I sebanyak Rp 2,25 miliar secara bertahap.

"ES (Eni Saragih) telah menyampaikan pengembalian uang Rp 1,3 miliar, yang  disetor ke rekening bank penampungan KPK pada Senin, 5 November 2018," kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah, di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (6/11).

Febri mengatakan bukti pengembalian uang ini akan masuk dalam berkas perkara sebagai barang bukti untuk kepentingan di persidangan. Penyidik KPK juga akan mempertimbangkan sikap kooperatif Eni sebagai alasan yang meringankan dan permohonan menjadi justice collaborator (JC).

"Namun tentu KPK tetap akan melihat sejauh mana tersangka secara konsisten mengakui perbuatannya dan membuka peran pihak lain seluas-luasnya," ujarnya.

Sementara Eni, usai menjalani pemeriksaan sebagai tersangka mengaminkan sudah mengembalikan semua suap yang diberikan oleh Johannes B Kotjo kepada dirinya.

"Saya kembalikan lagi sekitar Rp 1,3 miliar. Jadi jumlah yang pernah diberi Kotjo Rp 4,7 miliar semua sudah dikembalikan pada KPK," ujar Eni

"Pokoknya ini (pengembalian uang) masih urusan PLTU semua. Semua yang dari Munaslub sudah tutup semua. Rp 4,75 miliar itu sudah ada di KPK. Semua yang saya terima dari pak Kotjo sudah saya kembalikan," tambah Eni. Dalam kesempatan tersebut, Eni juga mengungkapkan berkas perkaranya sudah rampung dan rencana akan dilimpahkan pada Jumat (9/11).

Dengan pengembalian Eni, keseluruhan total uang yang dikembalikan dalam kasus dugaan suap proyek PLTU Riau-I mencapai Rp 4,26 miliar, dengan rincian Eni sebesar Rp3,35 miliar dan panitia Musyawarah Nasional Luar Biasa Golkar sebesar Rp712 juta. Adapun, semua uang yang sudah dikembalikan itu akan masuk dalam berkas perkara. Nantinya, bila perkara sudah diputus baru akan dimasukan ke kas negara.

Selain Eni, sambung Febri Diansyah, penyidik KPK juga memeriksa mantan Menteri Sosial Idrus Marham yang diperiksa sebagai saksi untuk Eni.  "Pemeriksaan ini perlu dilakukan sebagai bagian dari pemenuhan petunjuk JPU (jaksa penuntut umum) untuk mempertajam sejumlah bukti yang sudah didapatkan penyidik KPK," kata Febri.

Namun, lanjut Febri, di tengah pemeriksaan Idrus mengeluh sakit. Menurut Febri, tim dokter KPK lantas memeriksa kondisi Idrus. Febri menolak menyampaikan sakit yang diderita Idrus.

Usai diperiksa, Idrus memang mengaku sedang tak enak badan dan langsung masuk ke dalam mobil tahanan KPK. "Saya lagi enggak enak badan," ucapnya singkat.

KPK  menetapkan tiga orang tersangka dalam kasus dugaan suap proyek pembangunan PLTU Riau-I, yakni bos Blackgold Natural Recourses Limited Johannes Budisutrisno Kotjo (JBK) yang sudah menjadi terdakwa, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI EniMaulani Saragih (EMS), serta mantan Menteri Sosial Idrus Marham (IM).

Eni bersama dengan Idrus diduga menerima hadiah atau janji dari Kotjo. Eni diduga menerima uang sebesar Rp6,25 miliar dari Kotjo secara bertahap. Uang itu adalah jatah Eni untuk memuluskan perusahaan Kotjo sebagai penggarap proyek PLTU Riau-I.

Penyerahan uang kepada Eni tersebut dilakukan secara bertahap dengan rincian Rp4 miliar sekitar November-Desember 2017 dan Rp2,25 miliar pada Maret-Juni 2018‎. Idrus juga dijanjikan mendapatkan jatah yang sama jika berhasil meloloskan perusahaan Kotjo.

Kotjo didakwa melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement