Selasa 06 Nov 2018 17:00 WIB

Sejumlah Kecamatan Masih Terdampak Kekeringan

Dropping air telah dilakukan sejak April 2018.

Rep: Binti Sholikah/ Red: Friska Yolanda
Warga bergantian mengisi air bantuan bencana kekeringan.
Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
Warga bergantian mengisi air bantuan bencana kekeringan.

REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Sejumlah kecamatan di Kota Solo dan Kabupaten Sragen masih mengalami kekeringan. Meski sudah memasuki bulan November, namun intensitas hujan di dua wilayah tersebut masih rendah. 

Kepala Pelaksana Harian BPBD Solo, Eko Prajudhy Noor Aly, menyatakan, Kota Solo telah mengalami kekeringan. Kekeringan melanda warga di tiga kecamatan, yakni Banjarsari, Jebres, dan Pasar Kliwon. BPBD Solo melakukan upaya penanganan kekeringan dengan dropping air bersih di tiga kecamatan tersebut. 

"Kami mulai tanggal 1 sampai 4 kemarin sudah mendistribusikan 39 tangki, setiap tangki berisi 5.000 liter. Ini masih terus jalan," kata Eko kepada wartawan di Balai Kota Solo, Selasa (6/11). 

Kekeringan tersebut diperkirakan berdampak pada puluhan ribu warga. Meski telah mengalami kekeringan, Pemkot Solo belum mengeluarkan SK darurat kekeringan. Eko menyatakan, BPBD masih bisa menangani kekeringan di tiga kecamatan tersebut. 

"Tidak hanya Solo, tapi daerah-daerah lain juga mengalami kekeringan. Kami antisipasi khususnya banyak warga yang kekurangan air. Di samping sumur-sumur juga sudah kering. PDAM juga ada kendala, artinya warga PDAM-nya juga mati tidak ada air," terang Eko. 

Karena itu, BPBD Solo membantu mengatasi kekeringan dengan melalukan dropping air. Teknisnya, saat melakukan dropping air, warga satu RW berkumpul di lokasi yang telaj ditentukan. Sumber air untuk dropping berasal dari sumur dalam.

Secara terpisah, Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Sragen, Sugeng Priyono, mengatakan, kekeringan melanda warga di 35 desa di tujuh kecamatan. Di antaranya, Sumber Lawang, Jenar, Miri, Mondokan, Tangen, Gesi dan Sukodono. 

"Kecamatan Tangen paling berat. Memang kita terus-menerus harus intens untuk dropping karena sumber mata air di tujuh kecamatan ini tidak ada," terang Sugeng saat dihubungi Republika.co.id.

Dia menjelaskan, ada beberapa aspek tujuh kecamatan tersebut tidak memilikk sumber air, antara lain kontur tanah geografis tidak memungkinkan adanya air, tidak ada embung, serta struktur tanah gamping. BPBD melakukan upaya dropping air di 35 desa tersebut.

Dropping air telah dilakukan sejak April 2018. Hingga awal bulan ini, BPBD telah mendistribusikan 615 tangki air. Rata-rata BPBD mendistribusikan empat sampai lima tangki per hari. Awalnya, pada Paril 2018 hanya 28 desa yang mengalami kekeringan. Kemudian saat kemarau panjang daerah terdampak meluas menjadi 35 desa. 

Distribusi air berasal dari anggaran BPBD, bantuan CSR, serta kelompok masyarakat. Anggaran BPBD tahun ini hanya 150 tangki. Sugeng mengakui banyak kelompok masyarakat dan swasta yang ingin donasi air bersih. BPBD sampai kewalahan untuk mendistribusikan air bersih dari permohonan bantuan swasta dan kelompok masyarakat. 

Baca juga, BPBD: Cakupan Wilayah Kekeringan di Bantul Bertambah

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement