REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro mengakui pernah melakukan pertemuan sebanyak dua kali dengan Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin. Hal tersebut ia ungkapkan usai diperiksa oleh penyidik KPK pada Senin (5/11) malam.
Billy mengaku pertama kali bertemu dengan Neneng pada saat politikus Partai Golkar itu baru melahirkan anaknya. Menurut Billy, saat pertemuan itu, keduanya tak pernah membahas bisnis, khususnya soal pembangunan Meikarta.
Namun, pada pertemuan kedua tepatnya di sebuah hotel, Billy mempertanyakan kelanjutan pembangunan Rumah Sakit (RS) Siloam di Meikarta. Menurutnya, ada banyak orang yang ikut dalam pertemuan kedua itu.
"Ada RS kecil dulu, CSR untuk wilayah itu karena RS kecil ukuran kelas C dan kelas D itu melalui izin bupati jadi saya tanya," kata Billy di Gedung KPK Jakarta, Senin (5/11) malam.
Meskipun mengakui telah melakukan dua kali pertemuan, Billy membantah pernah membahas terkait uang suap. Menurutnya, saat bertemu ia hanya menanyakan respons Neneng ihwal pembangunan RS Siloam.
KPK baru saja menetapkan Bupati Bekasi periode 2017-2022, Neneng Hasanah Yasin (NHY) dan Direktur Operasional Lippo Group, Billy Sindoro (BS) sebagai tersangka kasus dugaan suap pengurusan perizinan proyek pembangunan Meikarta. Selain Neneng dan Billy, KPK juga menetapkan tujuh orang lainnya yakni, dua konsultan Lippo Group, Taryadi (T) dan Fitra Djaja Purnama (FDP), serta Pegawai Lippo Group, Henry Jasmen (HJ).
Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro mengenakan rompi orange pascamenjalani pemeriksaan sebagai tersangka di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta.
Kemudian, Kepala Dinas PUPR Bekasi, Jamaludin (J), Kepala Dinas Damkar Bekasi, Sahat MBJ Nahar (SMN), Kepala Dinas DPMPTSP Bekasi, Dewi Tisnawati (DT) serta Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Bekasi, Neneng Rahmi (NR).
Sebagai pihak yang diduga pemberi suap, Billy, Taryadi, Fitra dan Henry Jasmen disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sementara yang diduga menerima suap, Neneng, Jamaludin, Sahat, Dewi disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Neneng mendapat pasal tambahan yakni diduga penerima gratifikasi dan disangkakan melanggar Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.