Selasa 06 Nov 2018 05:11 WIB

Sebab dan Alasan Yusril Akhirnya Merapat ke Jokowi-Ma'ruf

Yusril telah resmi ditunjuk sebagai pengacara pasangan Jokowi-Ma'ruf.

Rep: Rizkyan Adiyudha, Dedy Darmawan Nasution, Antara/ Red: Andri Saubani
Ketua  Umum Partai Bulan Bintang Yusril Ihza  memberikan sambutan  saat acara Pengundian Nomor Urut Peserta Pemilu 2019 di Kantor KPU, Jakarta, Ahad (18/2).
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Ketua Umum Partai Bulan Bintang Yusril Ihza memberikan sambutan saat acara Pengundian Nomor Urut Peserta Pemilu 2019 di Kantor KPU, Jakarta, Ahad (18/2).

REPUBLIKA.CO.ID, Partai Bulan Bintang (PBB) hingga kini belum menentukan arah dukungan di Pilpres 2019, meski ketua umumnya, Yusril Ihza Mahendra kerap melempar kode bahwa dirinya akan mendukung pasangan capres nomor urut 01, Joko Widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amin. Terkini, ia baru saja menerima tawaran menjadi pengacara Jokowi-Ma'ruf di Pilpres 2019.

"Dengan menerima ini, mudah-mudahan saya bisa menyumbangkan sesuatu agar pilpres dan pemilu serentak kali ini berjalan fair, jujur dan adil dan semua pihak menaati aturan-aturan hukum yang berlaku," kata Yusril menjelaskan alasannya menerima tawaran menjadi pengacara Jokowi-Ma'ruf, Senin (5/11).

Pengukuhan Yusril Ihza Mahendra sebagai pengacara Jokowi-Ma'ruf berawal saat pertemuan dirinya dengan Ketua TKN KIK Erick Thohir di Hotel Mulia, Jakarta, belum lama ini. Saat itu, Erick menanyakan kepastian dari Yusril untuk menjadi kuasa hukum paslon 01. Yusril kemudian menyetujui tawaran tersebut.

Yusril berdalih, keberpihakannya itu sebenarnya adalah pada hukum dan keadilan. Sehingga, dia mengatakan, jika ada hak-hak Jokowi dan Ma’ruf yang dilanggar, dihujat, dicaci dan difitnah, dirinya tentu akan melakukan pembelaan dan menunjukkan fakta-fakta yang sesungguhnya atau sebaliknya, agar segala sesuatunya dapat diletakkan pada proporsi yang sebenarnya.

Yusril pun menegaskan, sebagai pengacara, ia akan bersikap profesional. Sehingga, dirinya tidak akan tergabung dalam Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf.

"Menjadi lawyer paslon presiden dan wakil presiden tentu akan ada surat kuasa khusus dari kedua beliau itu dalam waktu dekat ini," kata Yusril lagi.

Yusril memastikan, jika dirinya akan bekerja dengan sangat profesional. Dia mengatakan, dirinya memiliki banyak pengalaman dalam menangani perkara partai politik seperti saat dirinya menangani Golkar.

Sengketa politik, dia melanjutkan, juga pernah dia tangani dalam Pilpres 2014 saat diminta menjadi ahli dalam gugatan Prabowo kepada KPU tentang hasil Pilpres 2014 di MK. "Bagi saya hukum harus ditegakkan secara adil bagi siapa pun tanpa kecuali," katanya singkat.

Riwayat pernyataan Yusril

Pilihan Yusril merapat ke kubu Jokowi-Ma'ruf tak mengejutkan jika dirujuk pada riwayat pernyataannya belakangan ini. Yusril bahkan pernah mengkritisi hasil Ijtima' Ulama II yang secara resmi menyatakan dukungan kepada pasangan Prabowo-Sandi.

Pada akhir September lalu, Yusril menyoroti dua permasalahan dalam pakta integritas yang diajukan para ulama yang tergabung dalam Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Ulama. Pertama, kata dia, pakta itu seharusnya perjanjian dua belah pihak. Namun, dalam deklarasi Ijtima Ulama' II, menurut Yusril, pernyataan dilakukan sepihak oleh calon presiden, Prabowo Subianto.

Menurut dia, hal itu setiap saat bisa dicabut oleh orang yang membuat pernyataan. "Tidak ada perjanjian atau kesepakatan capres dengan para ulama itu. Yang ada hanya deklarasi sepihak dan disaksikan oleh para ulama," kata dia.

Selain itu, Yusril mengatakan, isi pakta terlalu umum. Ia yakin, jika pakta diajukan kepada Joko Widodo, capres pejawat itu pun mampu melaksanakannya.

Padahal, Yusril berharap para ulama menuntut penerapan syariat Islam kepada capres. Namun, harapan itu tak tercantum dalam poin-poin pakta Ijtima' Ulama II, itu tidak ada sama sekali.

"Tuntutan Ijtima' Ulama II terlalu umum," kata dia.

Yusril pun bukannya tanpa jalinan komunikasi dengan kubu Prabowo-Sandi. Menurutnya, pertemuan antara petinggi DPP PBB dan cawapres Sandiaga Uno dan Wakil Ketua Umum Gerindra Ferry Juliantono telah terjadi pada 30 Agustus 2018.

Menurutnya, pertemuan tersebut belum memenuhi harapan PBB. Terutama soal strategi bersama agar PBB kembali meraih kursi di Senayan, dengan lolos ambang batas parlemen empat persen. Ia menyebut Sandi tidak berani memastikan bisa menyinergikan strategi agar 2019 PBB kembali ke Senayan.

"Saya katakan terima kasih dan mengatakan bahwa di masa yang lalu, PBB sudah pernah all out membantu Pak Prabowo Subianto menjadi capres, dengan tenaga dan biaya sendiri. Begitu juga dengan Pak Sandi, kami juga telah banyak membantu untuk maju sebagai gubernur dan atau wagub DKI Jakarta," kata Yusril.

Hasil Pemilu 2009 menunjukkan perolehan suara PBB sebesar 1,79 persen dan hasil Pemilu 2014 sebesar 1,46 persen dari total suara nasional.

Yusril menyebut selama ini apa yang telah diupayakan PBB mendukung total Prabowo dan Sandi sudah dibuktikan. Namun, kata dia, Gerindra tidak bisa membantu PBB menyinergikan strategi pemilu legislatif mendatang. Ini menjadi alasan Yusril membuka komunikasi dengan kubu Jokowi-Ma'ruf Amin.

Eksistensi PBB sepertinya sebagai harga mati bagi Yusril. Sebagai partai yang memiliki pertalian sejarah dengan Masyumi, Yusril menilai, PBB kini terancam 'punah', apalagi jika pada Pileg 2019, PBB kembali tak dapat meraih kursi di Parlemen Senayan.

Sudah 10 tahun sejak kepemimpinan MS Kaban, PBB tanpa wakil di parlemen. Sekarang, sebagai ketua umum terpilih hasil Muktamar PBB di Bogor 2016, Yusril diamanahkan mengembalikan Fraksi PBB di DPR.

Merapat ke kubu Jokowi-M'aruf sepertinya menjadi pilihan politik rasional Yusril. Sambil berharap, PBB kebagian efek ekor jas (coat tail effect) dari capaian elektoral pasangan Jokowi-Ma'ruf.

"Amanat Muktamar PBB kepada saya adalah menyukseskan Pemilu 2019 dengan membentuk kembali Fraksi PBB di DPR. Kalau sekali ini PBB gagal lagi, maka saya berpendapat lebih baik PBB bubar saja," kata Yusril kepada wartawan, Selasa (11/9).

Hasil Pemilu 2009 menunjukkan perolehan suara PBB sebesar 1,79 persen dan hasil Pemilu 2014 sebesar 1,46 persen dari total suara nasional. Kalau perolehan suara PBB di kisaran itu pada Pemilu 2019, kemungkinan PBB tidak lulus ambang batas parlemen karena batas di Pemilu 2019 lebih tinggi dari dua pemilu sebelumnya yakni empat persen.

Baca juga

Sikap realistis

Direktur Eksekutif Riset Indonesia Toto Sugiarto menilai, PBB dan Yusril menunjukkan sikap realistis menghadapi Pemilu 2019. Apalagi, angka ambang batas parlemen sebesar empat persen terbilang berat bagi partai seperti PBB.

"Saya kira ini bagian dari rencana perhitungan PBB bahwa kalau merapat ke Prabowo-Sandi akan kurang baik secara politik," kata Toto kepada Republika belum lama ini.

Toto menilai, dengan bergabung ke kubu pejawat adalah cara PBB yang paling memungkinkan untuk meraih ambang batas parlemen empat persen. Sebab, citra Presiden Joko Widodo sedang baik di mata masyarakat karena dinilai cukup berhasil memimpin Indonesia lima tahun terakhir.

Hanya saja, Toto mengatakan, belum tentu Koalisi Indonesia Kerja (KIK) berikut Joko Widodo dan Ma’ruf Amin menerima begitu saja kehadiran PBB. Masuknya partai baru ke tubuh koalisi akan mengubah komposisi koalisi. Di satu sisi, bisa jadi ada resistensi dari partai koalisi.

"Jokowi juga belum tentu terima. Sebab dari sisi citra publik, PBB belum tentu baik dan belum tentu berdampak positif," ujarnya.

Menurut Toto, agenda Pilpres dan Pileg 2019 yang digelar serentak membuat persaingan antarkedua kubu menjadi sangat ketat. Masing-masing koalisi, kata Toto, sudah pasti akan banyak menimbang perhitungan politik dari sisi efek elektoral.

[video] PBB Target 9 Persen Suara di Pemilu 2019

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement