REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) tidak mempersoalkan fenomena saling lapor pelanggaran pemilihan umum (pemilu). Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Rahmat Bagja berharap agar Bawaslu tidak dijadikan sebagai alat untuk menumbangkan pasangan calon satu sama lain.
Rahmat mengatakan pelaporan dugaan pelanggaran kampanye merupakan hak masing-masing individu. Kendati demikian, Rahmat meminta masyarakat agar bijak menghadapi suasana kampanye seperti sekarang ini.
“Jangan sampai Bawaslu digunakan untuk menjatuhkan pasnagan calon yang lain. Jadi murni karena memang ada terjadi pelanggaran," ujar Bagja saat ditemui di Gedung Bawaslu RI, Jakarta Pusat, Senin (5/11).
Selanjutnya, Bagja meminta agar masyarakat memperhatikan beberapa hal terkait fenomen saling lapor ini. Pertama, masyarakat sadar bahwa memang ada proses dalam hal ini pelaporan pelanggaran pemilu yang bisa digunakan di Bawaslu.
Kedua, masyarakat diharapkan bijak dalam menangani pelanggaran. Misalnya pelanggaran yang khusus, seperti pidana lebih tinggi dari administrasi, tetapi tetap boleh dilaporkan kepada Bawaslu.
Namun, Bagja menegaskan, Bawaslu pasti menolak laporan yang tidak substansial atau tidak memenuhi unsur-unsur. "Masyarakat jangan bilang ini saling menghabisi satu sama lain, ya, tidak. Ini proses, hal biasa dalam demokrasi," kata dia.
Untuk jumlah laporan terkait pelanggaran yang berkaitan dengan Pilpres 2019, Bagja mengaku, belum ada data rinci. Karena itu, Bawaslu sedang memperbaikinya.
Akan tetapi, Badja mengatakan, sampai saat ini, kategori yang paling banyak, yakni pelaporan mengenai pelanggaran administrasi. Sebelumnya, Bawaslu menemukan 309 dugaan pelanggaran selama sebulan berjalannya masa kampanye.
Komisi Pemilihan Umum menganggap ada kesadaran penuh peserta pemilu melakukannya. Dari 309 dugaan pelanggara yang ditemukan Bawaslu, 199 adalah temuan dan 110 laporan.
Jenis pelanggarannya 128 berupa administrasi, bukan pelanggaran 53, dalam penanganan 39, hukum lainnya 35, etik 26, Aparatur Sipil Negara (ASN) 15, dan pidana 13. Sementara itu subjek pelanggaran yang dilaporkan yakni, peserta pemilu 134, tim kampanye 54, penyelenggara, 30, pejabat negara 23, dan ASN 15.