Senin 05 Nov 2018 18:55 WIB

Terkait Kasus Setnov, PT DKI Perberat Vonis Dokter Bimanesh

Vonis Bimanesh menjadi empat tahun penjara dan denda Rp 300 juta.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Andri Saubani
Terdakwa kasus dugaan perintangan penyidikan kasus KTP elektronik Bimanesh Sutarjo bersiap    menjalani sidang putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (16/7).
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Terdakwa kasus dugaan perintangan penyidikan kasus KTP elektronik Bimanesh Sutarjo bersiap menjalani sidang putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (16/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta memperberat hukuman terhadap terdakwa Bimanesh Sutarjo menjadi empat tahun penjara. Sebelumnya, Jaksa KPK mengajukan banding atas vonis hakim terhadap terdakwa dokter Rumah Sakit Medika Permata Hijau yang merawat Setya Novanto (Setnov) tersebut.

"Tim Jaksa penuntut umum akan mempelajari putusan tersebut," ujar jaksa KPK M Takdir Suhan saat dikonfirmasi, Senin (5/11).

Adapun, putusan PT DKI Jakarta tersebut dibacakan pada 25 Oktober 2018 oleh hakim tinggi Ester Siregar selaku ketua majelis hakim dan empat hakim anggota. Dalam putusannya, Bimanesh terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dengan sengaja merintangi penyidikan terhadap tersangka korupsi.

Bimanesh juga dihukum membayar denda Rp 300 juta subsider tiga bulan kurungan. Dalam putusan tersebut, majelis hakim tinggi menilai ada unsur kesengajaan dalam tindak pidana yang dilakukan Bimanesh sebagai dokter untuk menghalangi penyidikan yang dilakukan KPK terhadap tersangka Setya Novanto.

Perbuatan Bimanesh dinilai tercela dan menodai citra dan wibawa dunia kedokteran yang jujur dan berintegritas. Sehingga, majelis hakim menilai hukuman Bimanesh perlu diperberat.

Sebelumnya, Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) menjatuhi vonis tiga tahun kurungan terhadap, Bimanesh Sutardjo. Terdakwa perkara merintangi penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu juga dijatuhi denda Rp 150 juta subsider 1 bulan kurungan.

Dalam pertimbangan majelis hakim, terdapat hal yang meringankan dan memberatkan. Untuk hal yang meringankan, selama persidangan Bimanesh dinilai berlaku sopan dan belum pernah melakukan tindak pidana sebelumnya dan pengabdiannya sebagai dokter selama 32 tahun juga sudah membuahkan penghargaan. Sementara untuk hal yang memberatkan, Bimanesh dinilai tidak membantu program pemerintah memberantas tindak pidana korupsi di Indonesia.

Bimanesh Sutardjo sebagai dokter spesialis penyakit dalam di RS Medika Permata Hijau dihubungi advokat Fredrich Yunadi untuk meminta bantuan agar Setnov dapat dirawat inap di RS Medika Permata Hijau. Dia diminta mengeluarkan diagnosis menderita beberapa penyakit salah satunya hipertensi. Ia menyanggupi untuk memenuhi permintaan Fredrich, meski tahu bahwa Setnov memiliki masalah hukum dalam kasus korupsi proyek KTP-el.

Bimanesh kemudian membuat surat pengantar rawat inap manggunakan formulir surat pasien baru IGD, padahal dia bukan dokter jaga IGD. Bimanesh juga menyampaikan kepada suster Indri Astuti agar luka di kepala Setnov untuk diperban dan agar pura-pura dipasang infus, yakni sekedar hanya ditempel saja. Indri tetap melakukan pemasangan infus menggunakan jarum kecil ukuran 24 yang biasa dipakai untuk anak-anak.

Fredrich lalu memberikan keterangan kepada pers bahwa Setnov mengalami luka parah dengan beberapa bagian tubuh, berdarah-darah serta terdapat benjolan pada dahi sebesar bakpau. Padahal, Setnov hanya mengalami beberapa luka ringan pada bagian dahi, pelipis kiri dan leher sebelah kiri serta lengan kiri.

Pada 17 November 2017, penyidik KPK hendak melakukan menahan Setnov setelah sebelumnya berkoordinasi dengan tim dokter di RS Medika Permata Hijau yang secara bergantian memeriksa kondisi Setnov. Lalu, Setnov dibawa dari RS ke kantor KPK untuk dimintai keterangan sebagai tersangka dan ditahan di rutan KPK.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement