Senin 05 Nov 2018 04:17 WIB

Pesan Terakhir Syachrul Sebelum Gugur dalam Evakuasi JT 610

Syachrul Anto merupakan relawan penyelam yang gugur saat evakuasi pesawat Lion Air.

Keluarga relawan penyelam Syachrul Anto menunjukan foto almarhum melalui gawai seusai pemakaman di Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (3/11/2018). Syachrul merupakan relawan Badan SAR Nasional yang meninggal ketika membantu pencarian puing-puing pesawat Lion Air JT 610 yang jatuh di perairan Karawang, Jawa Barat.
Foto: ANTARA FOTO/Zabur Karuru
Keluarga relawan penyelam Syachrul Anto menunjukan foto almarhum melalui gawai seusai pemakaman di Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (3/11/2018). Syachrul merupakan relawan Badan SAR Nasional yang meninggal ketika membantu pencarian puing-puing pesawat Lion Air JT 610 yang jatuh di perairan Karawang, Jawa Barat.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Dadang Kurnia

"Dia gak pernah bisa bilang enggak kalau ada yang minta bantuan, biarpun orang gak dikenal. Apalagi untuk musibah besar," kata Liyan Kurniawati (39), menceritakan sosok almarhum suaminya Syachrul Anto (48).

Syachrul merupakan relawan penyelam Basarnas asal Makassar yang meninggal dunia saat membantu pencarian korban kecelakaan pesawat Lion Air JT 610 di perairan Karawang, Jawa Barat, Jumat (2/11). Air mata terus mengalir di wajah perempuan berhijab tersebut.

Sambil menahan isak tangis, Liyan masih berusaha tegar menceritakan perjalanan hidup suaminya kepada awak media. Ibu satu anak itu masih merasa tidak percaya suaminya akan gugur saat menjalankan tugas kemanusiaan itu.

"Saya syok. Siapa yang enggak syok orang dia berangkat sehat. Tadi malam saya dikabarin dari pihak Basarnas (yang bersangkutan meninggal)" ujar Liyan.

Liyan menjelaskan suaminya bukan merupakan bagian dari Basarnas. Tetapi yang bersangkutan memiliki jiwa sosial yang sangat tinggi.

Pria yang berprofesi sebagai wiraswasta tersebut selalu siap membantu Basarnar untuk kegiatan kemanusiaan, tidak saja untuk musibah-musibah besar. "Jadi seperti relawan tetap lah di Basarnas. Beliau selalu menawarkan diri kalau misalkan ada musibah yang dia bisa bantu," kata Liyan.

Liyan mengatakan, suaminya bukan lah penyelam profesional, karena tidak pernah meminta bayaran dari apa yang dia kerjakan. Meski begitu, lanjut Liyan, Syachrul sudah memiliki lesensi menyelam. Tidak saja sebagai penyelam, tapi juga sebagai instruktur.

Hobi menyelamnya itu pun, disalurkan Syachrul untuk kegiatan kemanusiaan dengan mengabdikan diri menjadi relawan. Awal mula Syachrul menjadi relawan adalah saat peristiwa kecelakaan Airasia pada Desember 2014. Setelah itu, lanjut Liyan, suaminya selalu siap, bahkan menawarkan diri untuk membantu ketika ada musibah.

Termasuk saat terjadi gempa dan tsunami di Palu dan Donggala, Syachrul pun berangkat ke lokasi untuk menjalankan misi kemanusiaan. Padahal, lanjut Liyan, itu bukan merupakan keahliannya.

"Di Palu pun ikut evakuasi, walaupun bukan keahliannya. Dia bantu-bantu, dia berangkat seminggu di sana," ujar Liyan.

Liyan menceritakan, sebelum ikut dalam tim pencarian korban pesawat Lion Air JT 610, dia dan suaminya sedang berada di Yogyakarta untuk menyelesaikan urusan pribadi. Dalam pencarian itu, lanjut Liyan, Syachrul menggantikan temannya yang berhalangan.

Dari Yogyakarta, Syachrul berangkat ke Jakarta untuk bertemu sesama relawan asal Makassar. Waktu itu, dia tidak membawa peralatan lengkap dan harus meminjam karena alat menyelam yang dimilikinya berada di Makassar.

"Saya tidak melarang cuma update status di FB kok kayaknya berat ya ngelepas dia untuk yang saat ini. Tapi suami saya itu untuk misi kemanusiaan biarpun saya bilang nggak boleh tetap akan berangkat. Jadi saya enggak melarang," kata Liyan.

Sesampainya di lokasi betugas, Syachrul pun tidak pernah luput memberikan kabar kepada Liyan. Sampai pada malam terakhir sebelum Syachrul meninggal, yang bersangkutan sempat mengirimkan pesan tidak biasa.

Pesan tersebut bercerita tentang takdir kematian. Di mana intinya, kematian itu sudah dituliskan dan manusia hanya menjemputnya.

"Kayaknya dia sudah firasat, tapi saya baru sadari sekarang. Dia WA menceritakan tentang perasaannya melihat banyaknya korban. Dia bilang kematian itu sudah dituliskan dan kita hanya menjemput," kata Liyan.

Pesan singkat yang dikirim Syachrul yang dikirim pada Kamis, 1 November pukul 01.34 WIB tersebut ternyata tidak hanya dikirim ke istrinya. Tetapi juga dikirim di grup Whatsapp (WA) keluarga mengenai takdir.

Kakak ketiga Syachrul, Ratna Idris mengatakan pesan singkat ini seakan memberikan tanda adik iparnya akan meninggalkan keluarganya. "Pesan ini yang sampai saat ini kami tidak mengira jika itu pesan terakhir adik ipar saya," kata Ratna.

Berikut ini pesan singkat Syachrul di grup WA keluarga dengan judul Takdir:

"Allah menyeleksi dengan perhitungan yang tak pernah salah. Mereka ditakdirkan dalam satu janjian berjamaah. Takdir seperti itu tanpa dibedakan usia. Proses pembelian tiket, check in, terbang dan sampai akhir perjalanan Lion Air hari ini, hanya sebuah proses jalan untuk pulang menjumpai takdir yang tertulis di Lahul Mahfuz.

Sebuah catatan yang tak pernah kita lihat, tapi kita jumpai. Takdir sangatlah rapi tersusun kehendak Allah tak terjangkau dengan akal manusia. Allahuakbar.

Lalu kapan giliran kita pergi? Hanya Allah yang tahu. Kesadaran iman kita berkata bersiap setiap saat, kapan pun dan dalam keadaan apa pun."

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement