REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH -- Kasus pembunuhan Jamal Khashoggi masih mengundang banyak spekulasi. Dalam sebuah laporan terbaru, Putra Mahkota Saudi Muhammad bin Salman (MBS) disebut telah mengateogrikan jurnalis Jamal Khashoggi yang terbunuh adalah sosok berpaham Islam garis keras yang berbahaya.
Pernyataan itu ia sampaikan dalam panggilan telepon dengan menantu Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, Jared Kushner, dan penasihat keamanan nasional AS, John Bolton.
Menurut sumber tersebut, panggilan telepon itu dilakukan sebelum Kerajaan Saudi secara terbuka mengakui Khashoggi telah dibunuh di dalam Konsulat Saudi di Istanbul. Dalam panggilan itu, MBS mendesak Kushner dan Bolton untuk mempererat aliansi AS-Saudi.
MBS kemudian mengatakan, Khashoggi adalah bagian dari kelompok Ikhwanul Muslimin. Kelompok tersebut telah lama ditentang oleh Bolton, Trump, dan pejabat senior AS lainnya.
Dalam sebuah pernyataan yang dirilis ke the Washington Post, keluarga Khashoggi mengatakan tidak akurat jika mengarakterisasi kolumnis itu sebagai seorang Islam yang memiliki paham berbahaya.
“Jamal Khashoggi bukan anggota Ikhwanul Muslimin. Dia membantah klaim tersebut berkali-kali selama beberapa tahun terakhir,” kata keluarga.
Baca juga, Jamal Khashoggi dan Ketertarikannya dengan Ikhwanul Muslimin.
Sumber mengatakan, dalam panggilan telepon dengan MBS, Bolton tidak memberi isyarat bahwa dia mendukung tuduhan MBS terhadap Khashoggi.
Gambar diambil dari video CCTV yang diperoleh oleh penyiar Turki TRT World pada Ahad (21/10/ 2018), konon menunjukkan wartawan Saudi Jamal Khashoggi memasuki konsulat Saudi di Istanbul, Selasa (2/10/2018).
Pada Rabu (31/10), seorang pejabat Saudi membantah kabar yang mengatakan MBS telah menyebut Khashoggi seorang Muslim berpaham berbahaya. Menurutnya, panggilan telepon rutin memang selalu dilakukan MBS kepada pejabat tinggi AS, tetapi tidak ada komentar semacam itu.
Pemerintah Saudi mengutuk pembunuhan jurnalis itu dan menyebutnya sebagai kesalahan besar serta tragedi yang mengerikan. "Insiden yang terjadi itu sangat menyakitkan bagi semua warga Saudi. Insiden itu tidak dapat dibenarkan," ujar MBS, dalam sebuah diskusi pekan lalu, dikutip the Washington Post.
Analis mengatakan, upaya MBS untuk mendiskreditkan Khashoggi secara pribadi menunjukkan bagaimana ia menggunakan dua wajahnya untuk mengendalikan kasus tersebut. "Ini adalah pembunuhan karakter yang ditambahkan ke pembunuhan terencana," kata Bruce Riedel, mantan pejabat CIA.
Gedung Putih menolak untuk membahas percakapan sensitif dengan Saudi atau mengatakan berapa banyak panggilan telepon yang dilakukan MBS dan Kushner sejak hilangnya Khashoggi.
MBS telah berbicara dengan Kushner beberapa kali, tetapi panggilan terakhir dengan Bolton dan Kushner terjadi pada 9 Oktober. Arab Saudi telah menghadapi kecaman internasional karena laporannya tentang hilangnya Khashoggi pada 2 Oktober di Konsulat Saudi di Istanbul. Kerajaan itu pada mulanya mengatakan Khashoggi keluar dari konsulat tanpa cedera.
Namun, Saudi kemudian mengatakan, agen Saudi secara tidak sengaja telah membunuhnya dalam sebuah perkelahian di dalam konsulat. Sementara, baru-baru ini Saudi mengumumkan mereka memiliki bukti bahwa pembunuhan Khashoggi telah direncanakan.
Pemimpin Timur Tengah lainnya banyak yang telah memberi dukungan kepada MBS. Dalam beberapa hari terakhir, Presiden Mesir Abdul Fatah al-Sissi dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah mengulurkan tangan kepada pemerintahan Trump untuk menyatakan dukungan kepada MBS.
Alasan mereka adalah, MBS merupakan mitra strategis yang penting di kawasan itu. Israel, Mesir, dan Uni Emirat Arab (UEA) telah bersatu di belakang AS untuk memberikan tekanan pada Iran dan memaksa kesepakatan perdamaian Timur Tengah antara Israel dan Palestina.
Sementara sekutu AS lainnya, terutama Jerman, Inggris, dan Prancis, telah menyuarakan keprihatinan serius tentang apa yang terjadi pada Khashoggi.