Kamis 01 Nov 2018 15:29 WIB

Cerita Duka di Balik Tragedi Lion Air

Putri kehilangan suami dan anaknya yang menumpang Lion Air usai nonton sepak bola.

Penyelidik dari Komite Nasional Keselamatan dan Transportasi (KNKT) Indonesia dan Dewan Keselamatan Transportasi Nasional (NTSB) Amerika serikat saat memeriksa puing-puing pesawat Lion Air JT 610 di Terminal JICT 2, Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (1/11).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Penyelidik dari Komite Nasional Keselamatan dan Transportasi (KNKT) Indonesia dan Dewan Keselamatan Transportasi Nasional (NTSB) Amerika serikat saat memeriksa puing-puing pesawat Lion Air JT 610 di Terminal JICT 2, Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (1/11).

REPUBLIKA.CO.ID, KARAWANG -- Memasuki hari keempat tragedi jatuhnya pesawat Lion Air JT 610 di perairan Tanjung Kabupaten Karawang, Jawa Barat, petugas masih terkonsentrasi mencari, mengevakuasi dan mengidentifikasi para korban.

Sementara pihak keluarga terus menunggu dan berharap kerabatnya yang menjadi korban bisa ditemukan serta berharap keajaiban masih ada. Tak sedikit pula, cerita menyedihkan, menyentuh dan membuat empati dari keluarga korban.

Salah satunya dari seorang ibu muda bernama Putri. Dengan langkah gontai, mata berkaca sambil memegang perutnya yang sedang mengandung enam bulan, ia menceritakan bahwa suami dan anak sulungnya berada dalam pesawat naas itu.

Putri mengisahkan suaminya bernama Wahyu beserta anak sulungnya berangkat ke Jakarta pada Ahad (28/10), untuk menonton pertandingan sepak bola Indonesia vs Jepang di Gelora Bung Karno (GBK).

"Malamnya sempat kirim-kirim foto serta video call dan menyampaikan bahwa besok pagi-pagi mereka balik ke Bangka menggunakan pesawat Lion Air jadwal penerbangan pagi," ceritanya.

Baca juga, Nelayan Rasakan Dentuman Keras Pesawat Lior Air Jatuh.

Kemudian paginya mereka masih sempat berkomunikasi sebelum berangkat. Hingga akhirnya Putri yang sedang berada di kantor saat itu dikabari kerabatnya bahwa pesawat yang ditumpangi suaminya mengalami musibah.

Putri langsung tersentak, lemas dan jatuh pingsan mendengar kabar duka itu dan kemudian dengan bantuan kerabatnya yang lain langsung mendatangi posko crisis centre di Bandara Depati Amir, Kota Pangkalpinang guna mencari informasi nasib suaminya yang berada dalam pesawat naas itu.

Tidak hanya Putri, tetapi ratusan keluarga korban lainnya juga berkumpul di Bandara Depati Amir menanti kabar baik pascainsiden jatuhnya pesawat itu.

Cerita mengharukan juga datang dari Budiman, keponakan pria paruh baya ini juga menjadi korban kecelakaan pesawat bersama suaminya. Budiman menceritakan bahwa keponakan dan suaminya memang selama ini berjauhan.  Suaminya bekerja di Kalimantan sementara keponakannya bekerja di Pulau Bangka.

Keduanya sepakat berjumpa di Jakarta karena sang suami mengambil jatah cuti kerja dan tidak menyangka itu merupakan kebersamaan terakhir pasangan suami istri ini karena menjadi korban pesawat jatuh.

Budiman mengaku, pagi itu keponakan dan suaminya berangkat ke Pangkalpinang untuk berlibur dan kemudian juga berobat ke Palembang (mengikuti program hamil dengan seorang dokter di Palembang) karena pasangan ini sudah 16 tahun belum dikaruniai anak.

Selama ini keduanya mengangkat anak yang sekarang sudah berumur tujuh tahun dan tinggal bersama neneknya.  Kisah menyedihkan juga diceritakan para keluarga korban yang lainnya, ada suami yang harus segera pulang ke Bangka untuk mendampingi istrinya yang akan melahirkan anak pertama.

Namun takdir berkata lain, istrinya melahirkan seorang bayi mungil yang lucu pada Senin (29/10) malam tanpa dibisikkan kalimat Allah dari sang ayah yang menjadi korban pesawat jatuh.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement