REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono mengatakan, terus melanjutkan percepatan program sertifikasi bagi tenaga kerja konstruksi Indonesia pada 2019. Hal tersebut sesuai dengan instruksi Presiden Joko Widodo yang disampaikannya pada kegiatan sertifikasi bagi 10 ribu pekerja konstruksi, di JIExpo, Kemayoran, Jakarta, Rabu (31/10).
“Program sertifikasi sangat penting terlebih dalam persaingan global. Sertifikasi yang dilakukan sekarang jumlahnya masih sedikit. Saya minta tahun depan dilakukan 10 kali lipat dari jumlah sekarang. Kita tunjukan bahwa kita memang terampil, kita tunjukan skill kita tidak kalah dengan SDM negara lain,” kata Presiden.
Menurut Menteri PUPR, jumlah tenaga kerja konstruksi yang memiliki sertifikat baru sekitar 500 ribu dari 8,1 juta tenaga kerja konstruksi. Menurutnya, apa yang disampaikan Presiden merupakan tantangan bagi Kementerian PUPR dalam percepatan jumlah tenaga konstruksi bersertifikat.
“Kami juga menyiapkan para instrukturnya bekerjasama dengan perguruan tinggi. Untuk pendanaan tidak hanya dari APBN, tetapi juga BUMN, LPJK, Pemerintah Daerah dan masyarakat Jasa Konstruksi,” kata Menteri PUPR.
Program sertifikasi tidak hanya meningkatkan kompetensi, namun juga Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) konstruksi. Sertifikasi diberikan untuk tenaga kerja tingkat ahli seperti ahli K3 maupun tingkat terampil seperti tukang kayu dan pembesian. Program sertifikasi juga akan berpengaruh kepada kesejahteraan tenaga kerja konstruksi karena besaran upah yang diterima mengacu billing rate atau standar upah yang sudah ditetapkan berdasarkan sertifikat yang dimiliki. Demikian pula bila yang bersangkutan bekerja di luar negeri.
“Terlebih dalam pelelangan proyek konstruksi, kepemilikan sertifikat keahlian adalah keharusan karena sudah diatur dalam UU No.2 tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi. Artinya orang yang punya sertifikat tidak akan menganggur atau lebih mudah dalam mendapatkan pekerjaan,” ujar Menteri PUPR.
Keberhasilan program ini juga membutuhkan dukungan para stakeholder lainnya seperti Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional (LPJKN), Pemerintah Daerah dan Perguruan Tinggi.
Menteri PUPR mengatakan, dari 10 ribu peserta sertifikasi, sebanyak 5.900 sudah lulus uji dan diberikan sertifikatnya, 1.500 orang akan dilakukan pelatihan dan uji kompetensi secara on site dengan Mobile Training Unit (MTU) dan 2.600 orang akan mengikuti sertifikasi yang dilakukan di berbagai tempat di seluruh provinsi di Indonesia. Sertifikasi terdiri dari penyampaian materi, praktek lapangan dan diakhiri dengan uji kompetensi.
Ia menambahkan, data 10 ribu orang yang ikut sertifikasi, terdapat 1.300 siswa dari pendidikan vokasi, yaitu siswa SMK dan politeknik, yang merupakan hasil kerjasama Kementerian PUPR dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Selain itu juga terdapat 2.030 warga binaan lembaga pemasyarakatan yang telah mengikuti sertifikasi bekerjasama dengan Kementerian Hukum dan HAM beberapa waktu lalu.
Dirjen Bina Konstruksi Syarif Burhanuddin dalam laporannya menyampaikan, sebagai rangkaian acara sertifikasi, juga dilaksanakan kegiatan Konstruksi Indonesia 2018 dan Indonesia Infrastructure Week 2018 yang berlangsung 31 Oktober hingga 2 November 2018 yang diselenggarakan oleh Kementerian PUPR bersama dengan Kamar Dagang Indonesia (Kadin) dan LPJKN.
Terdapat pameran alat berat dan produk konstruksi, seminar dan workshop, kegiatan Bilateral Meeting antara Indonesia dengan lima negara asing yakni Malaysia, India, Australia, Inggris dan China. Selain itu juga diselenggarakan Forum Global Meeting dimana akan ada 182 pertemuan antara para pengusaha konstruksi nasional dengan negara asing.