REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama menegaskan dukungan terhadap demokrasi di Indonesia terutama di tahun politik yang rentan terjadi perpecahan bangsa. Demokrasi yang bebas politik koruptif harus menjadi bagian kehidupan Indonesia.
"Mendukung sistem demokrasi dan proses demokratisasi sebagai mekanisme politik kenegaraan dan seleksi kepemimpinan nasional yang dilaksanakan dengan profesional, konstitusional, adil, jujur dan berkeadaban," kata Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Helmy Faishal di Gedung Dakwah Muhammadiyah, Menteng, Jakarta, Rabu (31/10) malam.
Pernyataan Helmy itu bagian dari Pernyataan Bersama Pimpinan Pusat Muhammadiyah dan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama setelah elite dua ormas Islam terbesar di Indonesia tersebut melakukan pertemuan tertutup di kantor PP Muhammadiyah. Pertemuan tersebut merupakan kunjungan balasan dari elit NU setelah pada Mei 2018 para pimpinan Muhammadiyah bertandang ke kantor PBNU di kawasan Kramat Raya, Jakarta Pusat.
Helmy mengatakan dua ormas mendorong agar semua pihak mendukung proses demokrasi yang substantif serta bebas dari politik yang koruptif dan transaksional. Hal itu, kata dia, demi tegaknya kehidupan politik yang dijiwai nilai-nilai agama, Pancasila dan kebudayaan luhur Indonesia.
Di tempat yang sama, Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu'ti meminta semua pihak agar mengedepankan kearifan, kedamaian, toleransi dan kebersamaan di tengah perbedaan pilihan politik. Kontestasi politik, kata dia, supaya berlangsung damai, cerdas, dewasa serta menjunjung tinggi keadaban serta kepentingan bangsa dan negara.
Dia mengajak setiap elemen bangsa untuk menghindari sikap saling bermusuhan dan saling menjatuhkan yang dapat merugikan kehidupan bersama. "Kami percaya rakyat dan para elite Indonesia makin cerdas, santun dan dewasa dalam berpolitik," katanya.