Selasa 30 Oct 2018 21:07 WIB

KPU: Kampanye di Media Hanya Boleh 21 Hari

Kalau ada iklan di luar kampanye, maka itu pelanggaran

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Esthi Maharani
Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan di Kantor KPU RI, Jakarta Pusat, Selasa (2/10).
Foto: Republika/Mimi Kartika
Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan di Kantor KPU RI, Jakarta Pusat, Selasa (2/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Wahyu Setiawan, mengatakan iklan sumbangan capres-cawapres Joko Widodo-Ma'ruf Amin di salah satu media cetak nasional melanggar aturan kampanye. Hal tersebut disampaikan saat KPU diminta memberikan keterangan soal kasus iklan kampanye Jokowi-Ma'ruf.

Sebagaimana diketahui, Bawaslu sebelumnya sudah memanggil KPU untuk dimintai keterangan sebagai saksi ahli. Dalam keterangan itu, Wahyu menjelaskan bahwa kampanye di media massa hanya boleh dilakukan selama 21 hari, yakni pada 24 Maret 2019 sampai 13 April 2019.

"Iya bahwa iklan itu (iklan Jokowi-Ma'ruf) jelas merupakan pelanggaran. Iklan kampanye itu kan waktunya 21 hari saja, kalau ada iklan di luar kampanye, maka itu pelanggaran," ujar Wahyu kepada wartawan di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (30/10).

Karena itu, KPU menyerahkan pengusutan kasus ini kepada Bawaslu. "Kapasitas saya saat dimintai keterangan apakah itu pelanggaran atau bukan ya saya katakan pelanggaran," tutur dia.

Wahyu menambahkan, KPU membuka kesempatan kepada seluruh kandidat capres-cawapres untuk berkonsultasi tentang kampanye di media massa. Peserta pemilu tetap boleh berkonsultasi kepada KPU dan Bawaslu meski masa kampanye di media massa belum dimulai.

"Supaya peserta pemilu tidak salah langkah sehingga tetap bisa berkampanye tanpa harus melanggar aturan," tegasnya.

Sebelumnya, Bawaslu menyatakan belum mendapatkan informasi secara rinci tentang siapa penanggungjawab dari pemasangan iklan sumbangan capres-cawapres Joko Widodo-Ma'ruf di Harian Media Indonesia. Bawaslu menyebut pihak media cetak yang memuat iklan tersebut masih terkesan tertutup untuk memberikan keterangan.

Anggota Bawaslu, Fritz Edward Siregar, mengatakan sampai saat ini proses penyelidikan terkait iklan yang diduga melanggar aturan kampanye itu masih terus berlangsung. "Kami sedang dalam proses untuk menemukan unsur immateriil untuk memenuhi (dugaan) pasal 279 dan pasal 492 UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017," ujar Fritz ketika dihubungi Republika, Senin (29/10) malam.

Pada pasal 276 ayat (2), menjelaskan bahwa iklan media massa baru dapat dilakukan selama 21 hari sebelum masa tenang Pemilu 2019. Kemudian, pada pasal 492 menyatakan. 'Setiap orang yang dengan sengaja melakukan Kampanye Pemilu di luar jadwal yang telah ditetapkan oleh KPU, KPU Provinsi, dan KPU kabupaten/kota untuk setiap peserta pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 276 ayat (2), akan dipidana dengan pidana kurungan paling lama I (satu) tahun dan denda paling banyak

Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).'

"Tetapi pada pasal 492 itu kan menyatakan setiap orang, artinya siapa yang memerintahkan (pemasangan iklan) atau bagaimana ? apakah dari pihak TKN Jokowi-Ma'ruf atau siapa belum bisa ditemukan ," ungkap Fritz.

Kepala Bagian Temuan dan Laporan Bawaslu, Yusti Erlina,  mengungkapkan sudah meminta keterangan pihak pelapor, KPU, bagian marketing dan iklan Harian Media Indonesia serta bagian legal Harian Media Indonesia. Sedianya, Bawaslu juga akan meminta keterangan dari pemimpin redaksi harian tersebut.

Namun, kata Yusti, yang bersangkutan tidak hadir. "Diwakili oleh pihak legal. Dari hasil klarifikasi itu, belum banyak informasi yang bisa kami gali. Mereka masih tertutup," ujarnya saat dihubungi secara terpisah.

Meski demikian, Bawaslu tetap berupaya mencari siapa penanggungjawab iklan di Harian Media Indonesia. Untuk tahapan klarifikasi selanjutnya, Bawaslu rencananya akan memeriksa TKN Jokowi-Ma'ruf dan ahli pidana.

"Jadwal untuk memanggil mereka masih kami susun, akan segera dipanggil," kata dia.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement