REPUBLIKA.CO.ID, MADIUN -- Jatuhnya pesawat Lion Air JT 610 rute Jakarta-Pangkal Pinang menimbulkan banyak tanda tanya. Jika benar, pesawat tersebut bermasalah saat penerbangan sebelumnya dengan rute Denpasar-Jakarta pada Ahad malam, lantas mengapa pesawat tersebut masih diizinkan terbang?
Choiria Septia, salah satu penumpang pesawat Denpasar-Jakarta menuturkan sejumlah keanehan pesawat tersebut. Keanehan itu dimulai delay yang cukup lama, AC yang tak hidup, kemudian mesin yang bermasalah saat mau tinggal landas. Kemudian ia juga mengaku merasakan getaran-getaran aneh saat take off hingga tiba di jakarta.
"Akhirnya kita take off sekitar 21.30, itupun take off-nya juga aneh banget setelah selama beberapa menit kita di atas kita tuh masih lihat pesawat itu terbangnya enggak tinggi dengan getaran-getaran yang aneh sepanjang pesawat terbang sampai Jakarta," tutur Choiria kepada Republika.co.id, Selasa (30/10).
Baca juga, Penumpang Lion Alami Ketegangan Penerbangan Denpasar-Jakarta.
Seperti dikutip Reuters, berdasarkan FlightRadar24, pesawat Lion Air yang jatuh pada Senin mengalami penerbangan yang tak normal dari Bali ke Jakarta pada Ahad malam.
Pesawat tersebut dilaporkan mendapati ketinggian dan kecepatan berbeda-beda beberapa menit penerbangan, termasuk penurunan 875 kaki atau 266,7 meter dalam waktu 27 detik.
Sang pilot juga menerbangkan pesawat tetap berada di ketinggian 28 ribu kaki, bukan pada 36 ribu kaki seperti sebelumnya pada rute yang sama.
Presiden Direktur Lion Air Grup, Edward Sirait menyebut pesawat JT 610 sempat mengalami kendala teknis. Pesawat tersebut mengalami kendala saat akan berangkat dengan rute Denpasar-Jakarta pada Ahad (28/10) malam.
"Memang betul, pesawat baru tersebut pernah alami kendala teknis dan itu hal yang biasa. Saat itu memang ada kendala, tapi berhasil dan selamat pada penerbangannya yang tentunya laik untuk take off," ujar Edward, Senin (29/10).
Wakil Kepala Komisi Nasional Keselamatan Transportasi Haryo Satmiko mengatakan kepada wartawan, Selasa (30/10), terdapat sejumlah masalah teknis dalam penerbangan itu, termasuk sistem pembaca kecepatan udara. Namun penyebab pasti pesawat jatuh masih diselidiki.
"Penyebab utama kecelakaan ini masih diinvestigasi dan ini membuat kita bertanya-tanya apa yang menyebabkan hal ini," ujarnya seperti dikutip Reuters.
Boeing 737 MAX 8 baru digunakan secara komersial sejak 2017. Maskapai penerbangan Lion Air mengatakan pada Juli lalu, bangga untuk menjadi maskapai pertama di Indonesia yang menggunakan Boeing 737 MAX 8. Pihak Lion Air pun memesan sebanyak 218 unit. Sementara JT 610 baru beroperasi pada 15 Agustus lalu.
Menurut Boeing, seri 737 MAX merupakan pesawat dengan penjualan tercepat dalam sejarahnya. Penjualannya mengumpulkan pesanan hampir 4700 pesanan. MAX 8 telah dipesan oleh maskapai penerbangan termasuk American Airlines, United Airlines, Norwegia, dan FlyDubai.
Analis penerbangan, Gerry Soejatman seperti dilansir BBC mengatakan, risiko kecelakaan tinggi terjadi pada pesawat-pesawat tua. Namun sebenarnya, hal yang sama juga bisa terjadi pada pesawat baru.
"Jika sangat baru, terkadang ada hambatan yang hanya terlihat setelah mereka digunakan secara rutin, biasanya terdeteksi pada tiga bulan pertama," ujarnya. Sementara, pesawat JT 610 baru mencapai tiga bulan pertamanya dalam beberapa pekan lagi.
Analis lain, Jon Ostrower dari penerbangan The Air Current mengatakan, pesawat baru memang ada selalu sedikit masalah dan ini merupakan hal biasa. Namun hal itu tak akan sampai mengancam keselamatan pesawat terbang. "Pesawat baru umumnya menikmati 'maintenance holiday', sebab semuanya sangat baru, bukan sebaliknya," kata Ostower.
Kedua analis mengatakan, masih terlalu dini untuk menarik kesimpulan menyoal penyebab-penyebab jatuhnya dengan penerbangan JT 610. "Saya tidak tahu apa yang membuat pesawat baru kecelakaan. Ada banyak faktor berbeda yang menyebabkan kecelakaan seperti ini," ujar Ostrower.
Sementara Soejatman meyakini ada persoalan teknis pada pesawat. Namun ia tak mau menyimpulkannya saat ini.