Selasa 30 Oct 2018 08:16 WIB

Reformulasi Daerah Aliran Sungai Semakin Dibutuhkan

Pengelolaan daerah aliran sungai saat ini masih dilakukan dengan sangat konvensional.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Dwi Murdaningsih
Warga melihat aliran sungai Banjir Kanal Timur di kawasan Duren Sawit, Jakarta Timur, Kamis (25/10).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Warga melihat aliran sungai Banjir Kanal Timur di kawasan Duren Sawit, Jakarta Timur, Kamis (25/10).

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Dirjen Pengendalian Aliran Sungai dan Hutan Lindung, Kementerian LHK, Saparis Soedarjanto menilai, reformulasi pengelolaan daerah aliran sungai (DAS) di Indonesia perlu dilakukan. Terlebih, pengelolaan selama ini masih konvensional.

"Perlu reformulasi strategi pengelolaan DAS yang berdaya guna dan berhasil guna," kata Saparis dalam seminar Pengelolaan Pesisir dan DAS yang digelar di Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada (UGM) beberapa waktu lalu.

Ia menyebutkan, pengelolaan daerah aliran sungai saat ini masih dilakukan dengan sangat konvensional. Penekanannya hanya hutan, tanpa memperhatikan peranan dari perspektif yang lebih luas yaitu DAS sebagai sistem sumber daya.

DAS, kata Saparis, harus ditempatkan sebagai sistem lanskap dan merupakan konsep besar tata ruang. Dengan begitu, pengelolaan daerah ini tidak boleh terdistorsi terminologi lain.

Selain itu, harus memperhatikan komitmen global dan peran pentingnya dalam mendukung pembangunan berkelanjutan, ketahanan pangan serta pengendalian pencemaran. Utamanya memang dalam pengelolaan.

Pengelolaan DAS harus pula didekati dengan pengembangan dan mampu menggerakkan pusat-pusat pertumbuhan daerah tersebut. Karenanya, ia menekankan, tata kelola lingkungan menjadi penting.

"Yang harus dilakukan dalam formulasi strategi pengelolaan DAS dan harus memperhatikan setting sosial, ekonomi dan politik sebagai unsur sublingkungan," ujar Saparis.

Saparis menjelaskan, terdapat beberapa persoalan yang mengakibatkan perencanaan pengelolaan daerah aliran sungai sering dinilai gagal. Salah satunya karena terlalu fokus kepada analisis DAS dan bukan kemanfaatan pengelolaannya.

Di samping itu, dokumen terlalu panjang dan kompleks, penilaian kurang memadai program-program lokal yang ada, dan rekomendasi perencanaan terlalu umum. Itu diperparah regulasi yang memberi mandat penggunaaan perencanaan kurang memadai.

Sementara, Dekan Fakultas Geografi UGM, Prof Aris Marfai menyampaikan, wilayah pesisir dan DAS merupakan lokasi yang intensif digunakan manusia. Bahkan, skala aktivitas penggunaannya semakin meningkat dari waktu ke waktu.

"Oleh sebab itu, perlu dikaji kemungkinan penerapan Integrated Coastal Water Management (ICMW) atau pengelolaan DAS dan pesisir terpadu," kata Aris.

Guru Besar Geomorfologi Pesisir dan Kebencanaan ini menambahkan, konsep itu jadi kunci bagi pengembangan terpadu lingkungan. Terutama, dalam ekonomi dan budaya sekitar wilayah-wilayah DAS.

Aris menekankan, ekosistem sungai dan pesisir mendukung berbagai fungsi sosial ekonomi. Di antaranya, menyediakan ruang permukiman, menghasilkan sumber daya hidup dan menyerap limbah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement