Jumat 26 Oct 2018 17:43 WIB

Ini Alasan Pemerintah Tetapkan Masa Transisi di Sulteng

Masa transisi ke pemulihan ditetapkan selama 60 hari.

Rep: Mabruroh / Red: Nur Aini
Warga berada di dekat rumah dan bangunan yang luluh lantak akibat gempa di Desa Lolu, Sigi, Sulawesi Tengah, Senin (8/10).
Foto: Antara
Warga berada di dekat rumah dan bangunan yang luluh lantak akibat gempa di Desa Lolu, Sigi, Sulawesi Tengah, Senin (8/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pemerintah Daerah Sulawesi Tengah telah menetapkan status transisi darurat ke pemulihan pascabencana gempa bumi Donggala dan tsunami di Palu. Status darurat diberlakukan karena kondisi masyarakat dinilai sudah kondusif.

Status transisi darurat ke pemulihan ini selama 60 hari atau hingga Desember 2018.

“Penetapan status transisi darurat ke pemulihan gempabumi, tsunami, dan likuefaksi di Provinsi Sulawesi Tengah selama 60 hari, terhitung mulai 27 Oktober hingga 25 Desember 2018,” kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho dalam keterangan tertulis, Jumat (26/10). 

 

Sutopo memaparkan, pertimbangan penetapan status tersebut berdasarkan laporan dari berbagai elemen. Mereka di antaranya sub satgas bidang infrastruktur, pendidikan, kesehatan, penanganan pengungsi, laporan bupati, dan wali kota bahwa kondisi masyarakat korban bencana telah kondusif.

Akan tetapi, kata dia, untuk mempercepat pemulihan masih diperlukan koordinasi dan komunikasi yang baik. Sehingga, masa tanggap darurat tidak perlu diperpanjang tetapi masuk ke tahap transisi darurat menuju pemulihan.

 

Sutopo menerangkan, status transisi darurat ke pemulihan adalah keadaan di mana penanganan darurat bersifat sementara atau permanen berdasarkan kajian teknis dari instansi yang berwenang, seperti BNPB dan BPBD. Selama transisi darurat ke pemulihan menurutnya, masih memerlukan kemudahan akses agar penanganan dapat dilakukan dengan cepat. Hal itu seperti pengerahan sumber daya, pengerahan logistik dan peralatan, penggunaan anggaran, Imigrasi, cukai dan karantina, perizinan, pengadaan barang dan jasa, dan pengelolaan serta pertanggungjawaban uang dan barang.

 

“Jadi penetapan status transisi darurat ke pemulihan ini hanyalah masalah administrasi saja. Selama masa transisi darurat bantuan kebutuhan lanjutan yang belum dapat diselesaikan pada saat tanggap darurat dapat diteruskan, seperti perbaikan sarana prasarana vital, pembangunan huntara, pelayanan kebutuhan dasar pengungsi, pendidikan darurat, pelayanan kesehatan dan lainnya,” ujarnya.

 

Untuk itu, penanganan darurat masih terus dilakukan di Kota Palu, Kabupaten Donggala, Sigi dan Parigi Moutong. Aparat pemerintah, baik dari TNI, Polri, kementerian/lembaga, pemerintah daerah, NGO, organisasi masyarakat, dan lembaga usaha masih terus melakukan penanganan darurat pascabencana.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement