Kamis 25 Oct 2018 16:23 WIB

HTI Klaim tak Punya Bendera, Polisi: Tak Usah Didengar

Polisi akan merujuk AD/ART, arsip, dan dokumentasi kegiatan terkait klaim HTI.

Rep: Rahma Sulistya/ Red: Nashih Nashrullah
Massa   HTI mengatakan takbir usai mengikuti  sidang pembacaan putusan gugatan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Jakarta, Senin (7/5).
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Massa HTI mengatakan takbir usai mengikuti sidang pembacaan putusan gugatan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Jakarta, Senin (7/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo memastikan bendera yang dibakar adalah bendera Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Meski mantan juru bicara HTI Ismail Yusanto mengatakan, bendera yang dibakar bukanlah bendera mantan organisasi mereka, Polri meminta masyarakat tidak mendengarkan pernyataan mereka.

“HTI itu kan organisasi terlarang jadi nggak perlu didengar lagi. Jadi dari sisi status saja organisasi terlarang,” ujar Dedi saat ditemui usai acara Forum Merdeka Barat Empat Tahun Kinerja Pemerintahan Jokowi di Kementerian Sekretariat Negara, Kamis (25/10).

Meskipun yang berbicara adalah orang yang bernaung dalam HTI, Polri tetap akan menyelidiki berdasarkan fakta, khususnya sesuai dengan Undang-Undang No. 17 tahun 2013 tentang keormasan, bahwa simbol suatu organisasi pasti ada dalam AD-ART yang telah dibuat organisasi tersebut.

Kepolisian sedang meminta dengan Kementerian Hukum dan HAM RI untuk melihat AD-ART HTI dimana akan ada regulasi yang dibuat oleh HTI itu sendiri, kemudian pengertian nama dari HTI, lambang, bendera, hingga atribut HTI. Jika sudah jelas, maka tidak perlu lagi ada yang diperdebatkan dan akan clear. 

“Silakan saja menyampaikan seperti itu. Nanti ketika ada AD-ART yang kita dapat, mereka tidak akan bisa mengelak. Selain itu di kantor dia, kemudian surat-surat dia, simbol-simbol yang dipakai dalam setiap kegiatan, ya itu. Jadi kita berdasarkan satu fakta, kita coba kelola,” papar Dedi.

Sementara itu, Wakil Kepala Polri Komjen Ari Dono mengatakan, saat ini kasus tersebut masih dalam rangka untuk mendalami keterangan yang disampaikan tiga orang, yang saat itu melakukan pembakaran, serta mendalami dari keterangan saksi. Ia membenarkan perbuatan pembakaran bendera itu, tapi masih didalami lagi. 

“Kemudian (akan mendalami) niat membakar itu apa, nah itu nanti yang gimana dalam menerapkan hukum. Sekarang kita nyari lagi siapa yang bawa bendera itu,” jelas Ari Dono saat dijumpai di waktu dan tempat serupa.

Setelah mendapatkan siapa yang membawa bendera itu, kata dia, akan dikerucutkan lagi aturan-aturan dalam merayakan Hari Santri apakah boleh membawa atribut terlarang, dalam hal ini adalah bendera HTI. Jika ada pelanggaran, kepolisian akan menindak dari sisi pelanggaran dalam perayaan Hari Santri itu.

“Siapa yang membawa bendera yang dilarang itu? Maksudnya apa? Nanti kita coba gali lagi,” papar Ari Dono.

Sebelumnya, pembakaran bendera itu terjadi saat perayaan Hari Santri Nasional di Lapang Alun-alun Kecamatan Limbangan, Kabupaten Garut, pada Senin (22/10). Berdasarkan laporan polres setempat, pembakaran itu terjadi pada pukul 09.30 WIB.

Pada pukul 14.30 WIB, peringatan Hari Santri Nasional itu selesai. Namun, video pembakaran tersebut menjadi viral dan menimbulkan pro dan kontra di kalangan warganet. Kepolisian pun segera melakukan beberapa tindakan.

Kepolisian segera berupaya untuk melakukan take down atau mencopot video viral tersebut agar tidak menimbulkan keributan. Kepolisian kemudian melakukan cek tempat kejadian perkara (TKP) dan meminta keterangan dari saksi. Sejumlah ormas, di antaranya MUI, PCNU, dan Banser memberikan klarifikasi kasus tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement