Kamis 25 Oct 2018 13:30 WIB

Jokowi Sebut Sontoloyo, Zulhas: Itu tidak Pak Jokowi Banget

Jokowi menilai politikus sontoloyo menggunakan politik adu domba untuk memecah belah.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Andri Saubani
Presiden Joko Widodo (tengah) berbincang dengan Ketua MPR Zulkifli Hasan (kiri).
Foto: Antara/Puspa Perwitasari
Presiden Joko Widodo (tengah) berbincang dengan Ketua MPR Zulkifli Hasan (kiri).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan menilai tidak biasa sikap yang ditunjukkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) beberapa waktu terakhir ini. Hal itu terkait pernyataan Jokowi yang menyebut ada politikus sontoloyo dan politik kebohongan.

Menurutnya, tidak biasanya Jokowi melontarkan kata-kata yang menarik perhatian publik tersebut. "Kalau itu tidak Pak Jokowi banget, Pak Jokowi yang sekarang kan orangnya, duh baik sekali, ya mungkin kesabaran lihat perkembangan juga ya," ujar Zulkifli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (25/10).

Karenanya, ia menilai wajar banyak pihak yang menyayangkan pernyataan Jokowi tersebut dalam kapasitasnya sebagai presiden atau kepala negara. Sebab, sebagian masyarakat berharap pemimpin harus sempurna.

Namun ia juga memaklumi jika Jokowi juga adalah manusia biasa. "Kita orang timur bagaimanapun berharap pemimpinnya itu sempurna, walaupun juga kita tahu ketua DPR, ketua MPR, presiden itu kan manusia, pengamat berhak berpendapat begitu tapi kita juga bisa memaklumi Pak Jokowi ya," ujar Zulkifli.

Ia menilai, pernyataan Jokowi tersebut juga kemungkinan dipicu dari situasi politik saat ini. Sebab menurutnya, kontestasi jelang Pemilu 2019 terasa sengit.

"Kita bisa memaklumi Pak Jokowi ya memang kadang-kadang kalau kita lihat media medsos itu kan kita ini seperti mau perang. Saya berkali-kali mengatakan kita ini pemilu legislatif dan pilpres, kita ini bukan mau perang," kata Wakil Ketua MPR itu.

Karenanya, ia mengimbau semua pihak agar selalu mengedepankan kampanye yang menyenangkan, damai, santun.

"Makanya saya selalu mengkampanyekan friendly kompetisi, damai, santun, tidak menghalalkan segala cara, apalagi bawa agama, suku, kan bahaya. Jangan kita mengorbankan persaudaraan kebangsaan kita gara-gara tahun politik," katanya.

Pernyataan Jokowi terkait politikus sontoloyo dilontarkan pada Selasa (23/10), saat penyerahan sertifikat hak atas tanah kepada masyarakat Jakarta di Lapangan Ahmad Yani. Presiden Jokowi menyebutkan kata sontoloyo ketika merespons pro dan kontra terkait dana kelurahan.

Jokowi mengaku heran rencana pemerintah untuk mengalokasikan dana kelurahan dihubung-hubungkan dengan agenda politik. "Bukan hanya di desa saja yang ada dana desa, tapi kelurahan juga membutuhkan (dana) untuk memperbaiki selokan, memperbaiki jalan di kampung-kampung, sehingga tahun depan akan ada dana kelurahan, tapi kok ramai? Saya juga heran," kata Jokowi.

Presiden mengatakan, sekarang ini komitmen pemerintah untuk masyarakat kerap dihubungkan dengan politik. Padahal, ia mengatakan, kehidupan bukan melulu hanya politik. Presiden mengakui, hal tersebut adalah kepandaian para politikus untuk memengaruhi masyarakat.

"Hati-hati saya titip ini, hati-hati. Hati-hati banyak politikus yang baik-baik, tetapi juga banyak politikus yang sontoloyo," ucap presiden.

Sehari setelahnya, Presiden Joko Widodo pun menjelaskan siapa yang dimaksud dengan politikus sontoloyo. Politikus sontoloyo adalah politisi yang memakai cara-cara menyebarkan kebencian, mengadu domba, menggunakan isu SARA, dan memecah belah masyarakat untuk menarik perhatian masyarakat.

"Kalau masih memakai cara-cara lama seperti itu, masih politik kebencian, politik SARA, politik adu domba, politik pecah belah, itu yang namanya tadi politik sontoloyo," kata Presiden seusai menghadiri pembukaan Trade Expo Indonesia Ke-33 di Indonesia Convenction Exhibition, Tangerang, pada Rabu (24/10).

Menurut Presiden, pada saat menjelang pemilihan umum, politikus menggunakan sejumlah upaya untuk meraih simpati rakyat, bahkan dengan cara-cara yang tidak sehat. Kepala Negara menjelaskan, lawan-lawan politik kerap menggunakan cara tidak beretika dalam berkampanye.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement