REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) sempat menyebut adanya politikus yang melakukan politik tak beradab yang sering mengadu domba dan memecah belah rakyat dengan sebutan politikus sontoloyo. Ia mengaku sangat geram terhadap para politikus tersebut sehingga ia keceplosan menyebut mereka sebagai politikus sontoloyo.
Hal ini disampaikannya saat meresmikan pembukaan pertemuan pimpinan gereja dan rektor/ketua perguruan tinggi agama Kristen seluruh Indonesia di Istana Negara, Jakarta, Rabu (24/10).
"Inilah kenapa kemarin saya kelepasan, saya sampaikan politikus sontoloyo ya itu. Jengkel saya, saya itu enggak pernah pakai kata-kata seperti itu, karena sudah jengkel ya keluar. Saya itu biasanya bisa ngerem, tapi kalau udah jengkel ya gimana," kata Jokowi.
Jokowi mengatakan, menjelang Pemilu 2019, tak sedikit politisi yang menyerang lawannya dengan berbagai cara, seperti dengan fitnah, adu domba, ujaran kebencian, dan memecah belah masyarakat. Padahal, kata dia, politik yang digunakan di Indonesia adalah politik yang beradab dan beretika.
"Cara-cara politik adu domba, cara-cara politik yang memfitnah, cara-cara politik yang memecah belah hanya untuk merebut sebuah kursi, sebuah kekuasaan semuanya dihalalkan. Nah, dimulai dari sini. Sehingga muncul, kalau saya sampaikan yang sedikit masalah, yang sebetulnya sudah berpuluh tahun tidak pernah ada masalah," ujarnya.
Presiden mengingatkan, Indonesia merupakan bangsa yang besar dengan berbagai macam latar belakang penduduk. Namun, ia khawatir persatuan dan persaudaraan masyarakat yang menjadi aset terbesar bangsa dapat terpecah belah hanya karena masalah politik.
"Tapi ini gara-gara, ini gara-garanya di sini gara-gara pilihan bupati, pilihan wali kota, pilihan gubernur, pilihan presiden. Nah, ini dimulai dari sini, sebetulnya dimulai dari urusan politik yang sebetulnya setiap 5 tahun itu pasti ada," kata Jokowi.
Ia juga mengatakan, dalam konstetasi politik, masyarakat perlu melihat rekam jejak para calon pemimpin, program, dan gagasan yang ditawarkan serta prestasi yang telah dicapai.
"Bukan ada fitnah, bukan adu saling mencela, bukan adu hoaks, bukan itu. Itu akan mengundurkan kita ke belakang. Tidak mematangkan kita dalam berdemokrasi, tidak mendewasakan kita dalam berdemokrasi," ujarnya menambahkan.