Rabu 24 Oct 2018 17:01 WIB

Lima Sikap PBNU Soal Bendera Bertuliskan Tauhid

PBNU menyebut bendera yang dibakar sebagai bendera HTI.

Rep: Umi Nur Fadhilah/ Red: Ratna Puspita
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siroj memberikan sambutan saat peluncuran Rumah Pangan Santri di Kantor PBNU Pusat, Jakarta, Rabu (3/10).
Foto: Republika/Mahmud Muhyidin
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siroj memberikan sambutan saat peluncuran Rumah Pangan Santri di Kantor PBNU Pusat, Jakarta, Rabu (3/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menyatakan lima sikap atas peristiwa pembakaran bendera bertuliskan kalimat tauhid yang dilakukan Banser NU di Garut, Jawa Barat (Jabar). PBNU menyebut bendera yang dibakar ketika perayaan Hari Santri Nasional pada 22 Oktober 2018 itu sebagai bendera ormas terlarang, Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). 

"Mencermati peristiwa pembakaran bendera HTI oleh anggota Banser di Garut, Jawa Barat, pada 22 Oktober 2018, dengan ini Pengurus Besar Nahdlatul Ulama menyatakan sikap," kata Ketua Umum Said Aqil Siroj di Kantor PBNU Jakarta, Rabu (24/10).

Baca Juga

Pertama, segala bentuk usaha yang mengarah pada tindakan makar harus ditindak tegas. Tindakan tegas sebagai bentuk jaminan atas tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Kedua, berdasarkan laporan tim pencari fakta yang dibentuk PBNU, pengibaran dan pemasangan bendera HTI di tempat apel Hari Santri Nasional 2018 terjadi di hampir seluruh Jawa Barat. Wilayah-wilayah itu, seperti Sumedang, Kuningan, Ciamis, Banjar, Bandung, dan Tasikmalaya. 

PBNU menilai, ada upaya sistematis untuk melakukan infiltrasi dan provokasi terhadap pelaksanaan apel Hari Santri Nasional 2018. Di berbagai tempat, bendara HTI tersebut berhasil ditertibkan dan diserahkan kepada aparat keamanan sesuai SOP. 

Namun, yang terjadi di Garut, anggota Banser menjadi korban dari provokasi dan infiltrasi dengan melakukan pembakaran bendera HTI di luar SOP yang sudah ditentukan. PBNU menyayangkan peristiwa pembakaran bendera dimaksud. 

Atas dasar itu, PP GP Ansor telah mengambil tindakan yang benar sesuai ketentuan dan mekanisme organisasi. PBNU juga menyampaikan terima kasih kepada PP GP Ansor. 

“Banser yang tidak terprovokasi dengan melakukan tindakan kekerasan terhadap pengibar bendera HTI, baik secara verbal maupun fisik dengan memersekusi,” kata dia.

Ketiga, PBNU menyayangkan aparat keamanan yang kecolongan dengan tidak melakukan tindakan terhadap pengibaran bendara organisasi terlarang, yakni HTI. Keempat, tindakan anggota Banser Garut tersebut didasari rasa cinta Tanah Air. 

Tidak ada Iandasan kebencian personal maupun kelompok, apalagi dimaksudkan untuk melecehkan atau menodai agama. “Semangat untuk mencintai Tanah Air adalah landasan utama untuk mencegah gerakan-gerakan yang ingin mengganti konstitusi dan bentuk negara,” kata dia.

Kelima, PBNU meminta kepada semua pihak, terutama nahdliyin, untuk menjaga ketenangan dan tidak terprovokasi.

Sekretaris Jenderal Helmy Faishal Zaini mengatakan, kegiatan Hari Santri Nasional pada 22 Oktober 2018 sebagai bentuk peringatan peristiwa bersejarah. Hal itu sebagai bagian merawat semangat kebinekaan dan menjaga persatuan dan kesatuan. 

Selain itu, peringatan itu untuk menghargai jasa dari para ulama yang mengusir tentara sekutu. Sehubungan dengan peristiwa di Garut, Helmy mengatakan, berdasarkan informasi paling mukhtahir dari kapolda Jawa Barat, bendera yang dibakar oleh Banser NU merupakan bendera HTI. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement