REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Santernya penyebaran hoaks yang disalurkan lewat media sosial membuat gerah Kementerian Telekomunikasi dan Informatika. Demi menekan peredaran hoaks dan fake news, Menteri Komunikasi dan Informatika berencana menjatuhkan penalti berupa denda. Denda akan dikenakan kepada platform yang dinilai membiarkan penyebaran hoaks.
Ditemui usai membuka acara Indonesia Digital Economy Summit pada Rabu (24/10) Rudiantara menegaskan hal itu. Menurutnya penyebaran hoaks dan fake news bisa membuat situasi negara menjadi tidak kondusif. "Masalahnya hoaks adalah masalah negara. Kita harus ambil posisi terkait isu-isu ini," ujar Rudiantara.
Menurutnya pemberlakuan sanksi masih menunggu selesainya revisi PP Nomor 82/2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik. Setelah revisi selesai, penerapan sanksi akan diatur lewat turunannya yakni Peraturan Menteri. "Kita koordinasi juga dengan Kementerian Keuangan karena denda yang diterapkan nanti jadi bagian Penerimaan Negara Bukan Pajak," jelasnya.
Rudiantara berharap akhir tahun ini revisi PP sudah selesai sehingga tahun depan penerapan sanksi bisa diaplikasikan. Menurut Rudiantara, pengenaan penalti bertujuan sebagai edukasi kepada platform media sosial agar ikut bertanggung jawab terhadap konten-kontennya.
Dalam wacana penjatuhan sanksi ini, Rudiantara merujuk pada Jerman dan Malaysia yang sudah memiliki UU terkait sanksi. "Di Jerman kalau tidak salah kena tujuh miliar per hoaks. Malaysia juga punya UU penalti," ungkap pria 59 tahun ini.
Sementara itu, penindakan bagi akun-akun yang menyebarkan hoaks dan fake news Rudiantara mengatakan tak perlu menunggu revisi PP 82/2012 rampung. Akun-akun medsos penyebar hoaks sudah bisa dikenai proses pidana oleh penegak hukum.