Rabu 24 Oct 2018 05:41 WIB

Kisah Mencekam Relawan, Lolos dari Longsoran Setinggi Leher

Lokasi terisolasi akibat longsor.

Rep: Umi Nur Fadhilah/ Red: Friska Yolanda
Kondisi jalan menuju Kecamatan Lindu, daerah terluar dari Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah.
Foto: Lazis Wahdah
Kondisi jalan menuju Kecamatan Lindu, daerah terluar dari Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah.

Kegaduhan mulai terdengar sahut menyahut. Beberapa relawan juga tampak membaca zikir. Kondisi semakin gelap. Guyuran hujan deras semakin menciptakan suasana mencekam.

Kelompok yang lebih dulu berangkat meneruskan perjalanan. Sementara tim kedua, memilih putar balik ke lokasi awal. Tak lama, ada warga yang meneriakkan kelompok pertama terjebak longsor.

"Kami tidak tahu apakah mereka selamat atau tidak," ujar warga itu. 

Saat rilis ini ditulis, kondisi psikis relawan mulai terganggu. Beberapa orang memilih mundur dan segera lari menyelamatkan diri. Namun, ada yang memilih mencari relawan dan warga yang terjebak longsor.

Namun, kondisi semakin parah. Akhirnya disepakati, tim dan warga menyelamatkan diri terlebih dahulu. Motor yang dipakai kandas di tengah lumpur. Relawan dan warga memilih berjalan kaki. Entah berapa titik longsor yang membawa lumpur di jalanan.

Ada yang tenggelam hingga betis. Ada yang tenggelam hingga pusar. Ada yang tenggelam sampai leher. Batu-batu tajam yang bererakan menambah perih perjalanan itu.

Tak bisa berjalan, masih bisa merangkak. Tak bisa merangkak, masih bisa berenang. Semua harus tetap bergerak. Sebab luruhan tanah dari tebing terus berjatuhan. Zikir, senter, dan cahaya rembulan menuntun tim mencari jalan pulang.

Beruntung, warga menanti di ujung jalan, membantu berenang. Mereka mengulurkan tangan dan kayu membantu perjuangan tim. Salah satu relawan FPI yang tergenang lumpur hingga leher, ditarik oleh warga.

Setelah berjuang dari longsoran hampir dua jam, rombongan tiba kembali di lokasi awal. Tim relawan yang selamat dari maut, mencari sinyal untuk menghubungi relawan dan warga yang diperkirakan terjebak di balik tanah longsor. Relawan menginap di Desa Namo, tepatnya di sebuah mushala darurat warga sekitar.

"Jangan kawatir. Sudah ada warga kami yang selamatkan beliau semua. Mereka aman dan saat ini menginap di rumah-rumah warga," kata salah satu warga.

Beberapa relawan langsung sujud syukur seketika itu juga. Keesokan hari, Ahad (21/10) perjalanan dilanjutkan. Relawan berjalan selama sejam menggunakan motor yang sempat ditinggal saat malam. Beberapa kali motor harus diangkat melewati pepohonan yang sudah tumbang.

"Alhamdulillah baru sampai setelah melakukan perjalanan selama tiga jam lamanya dari pintu gerbang Taman Nasional Lore Lindu," ucap relawan Hasyir.

Menurut warga, Irwan (34), bantuan masuk desanya sangat terbatas. Akses jalan melalui jalur darat lumpuh. Hanya roda dua yang bisa masuk. Bantuan akan maksimal jika menggunakan helikopter. 

"Itupun kalau dibagi kami hanya mendapatkan sedikit saja. Palingan beras satu liter dan mie lima bungkus per KK. Bantuan juga baru datang kalau sudah satu minggu," kata dia.

photo
Tim relawan Wahdah Peduli berangkat menuju Kecamatan Lindu, daerah terluar dari Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah.

Selama ini, Irwan menceritakan, warga hanya menunggu datangnya bantuan. Meski sedikit, tetapi ia bersama warga Muslim lainnya selalu bersyukur. Di perkampungan Muslim yang berada di lorong Arab, Desa Tomado, dibentuk Posko Bersama oleh relawan Al Khairaat, FPI, Wahdah Islamiyah, dan Annas. 

Posko bantuan ini berada di Yayasan Al Khairaat SPS TPQ Al Hidayah Al Khairaat Tomado Desa Tomado, Kecamatan Lindu, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, tepat di dekat Danau Lindu.

Sambil menunggu helikopter, relawan menginap di rumah-rumah penduduk di sekitaran Danau Lindu. Alhamdulillah, Senin (21/10) pagi bantuan helikopter TNI AU tiba mengangkut relawan dan beberapa warga. Sekitar pukul 10.30 WITA, helikopter mendarat di Bandara Palu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement