Rabu 24 Oct 2018 05:41 WIB

Kisah Mencekam Relawan, Lolos dari Longsoran Setinggi Leher

Lokasi terisolasi akibat longsor.

Rep: Umi Nur Fadhilah/ Red: Friska Yolanda
Kondisi jalan menuju Kecamatan Lindu, daerah terluar dari Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah.
Foto: Lazis Wahdah
Kondisi jalan menuju Kecamatan Lindu, daerah terluar dari Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah.

REPUBLIKA.CO.ID, SIGI -- Jam menunjukkan pukul 15.00 waktu Sigi, Sulawesi Tengah. Sembilan orang relawan Wahdah Peduli berangkat menuju Kecamatan Lindu, daerah terluar dari Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah.

Relawan harus menempuh jarak sepanjang 64 kilometer. Padahal, setelah gempa berkekuatan 7,4 skala richter (SR), jalan menuju lokasi rusak parah. Belum lagi, perjalanan harus melewati Taman Nasional Lore Lindu.

Biasanya, perjalan ke lokasi itu hanya ditempuh selama 30 menit. Namun setelah gempa memporak-porandakan Palu dan sekitarnya, setidaknya butuh waktu satu jam menuju lokasi.

"Itupun kalau tidak hujan. Kalau hujan, ya bisa sampai sejam lebih," kata warga Desa Tomado, Kecamatan Lindu, Kabupaten Sigi, Andi (47 tahun).

Sabtu (20/10) itu, perjalanan tim relawan menuju lokasi cukup menantang adrenalin. Tim membawa mobil 4WD dan mengangkut bahan-bahan pangan, logistik untuk disalurkan pada warga di Desa Tomado, Kecamatan Lindu.

photo
relawan Wahdah Peduli berangkat menuju Kecamatan Lindu, daerah terluar dari Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah.

"Wilayah itu sangat sedikit mendapatkan bantuan. Banyak di sana yang belum tersentuh bantuan," ujar koordinator logistik misi ke Desa Tomado, Nurhidayat.

Relawan LAZIS Wahdah Islamiyah Zulkifli Tri Darmawan mengisahkan tim relawan harus berjuang melewati gundukan tanah longsor. Tampak pula jurang-jurang menganga menyeramkan dari atas mobil. Jalanan sempit. Bebatuan terjal banyak bertebaran di atas jalan tertutup lumpur dan ranting-ranting kayu. Keterampilan mengemudi benar-benar diuji. Mobil harus meliuk-liuk di atas jalan yang terjal dan sempit.

Rombongan relawan berhenti di depan pintu gerbang Desa Namo, yang bersebelahan dengan Desa Tomado. Perjalanan menggunakan mobil dicukupkan sampai di sana. Sebab, mobil tidak bisa melewati medan lagi.

"Mobil tidak bisa masuk. Jalanan sudah ditutupi longsor. Motor saja yang bisa," ujar salah seorang warga di Desa Namo, Hamid (36).

Relawan mulai memindahkan logistik pada kendaraan roda dua. Beras, air minum, minyak kelapa, makanan ringan, perlengkapan mandi, perlengkapan bayi, dan bahan bakar diangkut dengan menggunakan motor.

Sekitar pukul 17.00 WITA, relawan Wahdah berangkat bersama sebelas orang laskar Front Pembela Islam (FPI), dan beberapa warga. Setidaknya 11 motor membawa relawan dan logistik.

Relawan Wahdah terbagi dua kelompok, tiga orang berangkat lebih awal. Kemudian, disusul kelompok kedua yang berjumlah empat orang.

Di tengah perjalanan, hujan deras mengguyur. Kondisi longsoran semakin menutup jalan. Sudah tak bisa lagi dilewati kendaraan.

"Turunkan barangnya. Kita lari saja," usul salah seorang warga.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement