REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi II DPR RI mengusulkan ke Badan Anggaran DPR agar dana saksi partai politik pada Pemilu 2019 dibiayai APBN. Wakil Presiden Republik Indonesia Jusuf Kalla menolak usulan tersebut, karena tidak ada landasan hukum untuk menyediakan dana saksi.
"Itu tidak ada dasar hukumnya, kalau tidak ada dasar hukumnya ya melanggar semua," ujar Jusuf Kalla di kantornya, Selasa (23/10).
Dalam UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu, tak ada aturan yang mengakomodir dana saksi dibiayai APBN. Untuk itu pemerintah tak menyetujui usulan itu diterapkan dalam Pemilu 2019.
"Ya untuk sekarang ini, tidak (disetujui)," kata Jusuf Kalla.
Sebelumnya dikabarkan bahwa usulan pembiayaan saksi Pemilu 2019 dari partai politik menjadi salah satu kesimpulan Rapat Dengar Pendapat antara Komisi II DPR dengan Kementerian Dalam Negeri, KPU, dan Bawaslu, Selasa (16/10) lalu.
"Untuk memenuhi saksi Pemilu pada setiap TPS di Pemilu 2019, Komisi II DPR mengusulkan dana saksi Pemilu 2019 ditetapkan dalam UU APBN tahun 2019," ujar Ketua Komisi II Zainuddin Amali di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sebelumnya, mengungkap dana saksi partai politik untuk Pemilu 2019 tidak termasuk yang dianggarkan dalam APBN 2019 mendatang. Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Askolani menyatakan mengenai anggaran untuk dana saksi, pemerintah mengacu pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Dalam UU Pemilu diatur bahwa, yang dibiayai negara adalah hanya untuk pelatihan saksi.
"Dapat kami sampaikan dalam UU Pemilu, dana saksi itu tidak dimasukkan, jadi sesuai ketentuan UU Pemilu itu dana saksi hanya untuk pelatihan, yang kemudian anggarannya dimasukkan dalam Bawaslu, jelas dalam UU Pemilu," ujar Askolani di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (18/10).