REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pascaoperasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus suap pembangunan proyek Meikarta di Bekasi, muncul tanggapan-tanggapan yang menyebutkan adanya keterlibatan perusahaan dalam kasus itu. Lalu, bagaimana sebuah perusahaan bisa terjerat dalam sebuah kasus korupsi?
Menurut peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Zaenur Rohman, pemidanaan korporasi karena tersangkut kasus suap perlu memperhatikan dua hal. Pertama, apakah suap itu dilakukan oleh orang-orang yang berperan sebagai pengendali korporasi. Kedua apakah untuk memenuhi tujuan korporasi.
Bila dua itu terpenuhi, lanjut Zaenur, maka sudah seharusnya pihak Lippo Group (perusahaan pengembang Meikarta) juga diperiksa atas kemungkinan dugaan sebagai pelaku. "Kalau melihat konstruksinya, (suap) itu kan bukan untuk kepentingan pribadi, tapi untuk kepentingan korporasi," kata dia akhir pekan lalu.
Bila dilihat dari perkembangan kasusnya, menurut Zaenur, Lippo Group sudah semestinya dikenakan pidana korporasi. Sebab, beberapa unsur sudah terpenuhi. Pertama, suap itu diberikan oleh Billy Sindoro selaku direktur operasional Lippo Group. Jabatan yang diemban Billy ini, menjadi bagian penting untuk bisa mentersangkakan Lippo Group sebagai sebuah korporasi.
Kedua, papar Zaenur, selain karena posisi Billy, unsur untuk memidanakan Lippo Group sudah terpenuhi karena suap itu dilakukan untuk tujuan bisnis perusahaan. Ini akan berbeda jika misalnya suap tersebut ditujukan untuk bisa lolos menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS).
"Ya itu enggak ada urusannya dengan korporasi. Tapi ini kan pelakunya menyuap untuk pengurusan perizinan proyek Meikarta, proyek korporasinya. Sehingga ini terpenuhi unsur-unsurnya," ucap dia.
Karena itu, Zaenur mengatakan KPK harus fokus pada kecukupan alat bukti untuk bisa memidanakan Lippo Group. Mulai dari bukti transaksi suap, saksi, dan tersangkanya sendiri. "Sekarang kemungkinannya hanya satu, ada atau tidak alat buktinya," ungkap dia.
Baca juga: Wakil Ketua TKN Setuju Usulan Debat Capres di Kampus
Baca juga: Sering Ketahuan KPK, Mengapa Pelaku Suap Masih Gunakan Kode?