Sabtu 20 Oct 2018 11:28 WIB

Mendagri: Isu DPT akan Terus Bergulir di Tahun Politik

Sejumlah partai mempertanyakan 31 juta data pemilih belum masuk DPT.

Rep: Dian Erika Nugraheny / Red: Ratna Puspita
Mendagri Tjahjo Kumolo (kanan)
Mendagri Tjahjo Kumolo (kanan)

REPUBLIKA.CO.ID, BADUNG -- Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan isu terkait daftar pemilih tetap (DPT) akan terus bergulir sepanjang tahun politik. Sebab, kontribusi satu suara pemilih sangat berarti dalam kontestasi pemilu.

"Isu akan terus ada, isu DPT itu suatu ketika sampai 10 orang pun akan tetap jadi masalah. Karena ada seorang kepala daerah, di pilkada serentak, menang hanya selisih dua suara. Jadi satu suara pun itu sangat berarti menentukan kemenangan," kata mendagri, di Bali, Sabtu (20/10).

Terkait kecurigaan dari sejumlah partai politik mengenai potensi 31 juta pemilih masuk dalam DPT, Tjahjo menegaskan dugaan penyelewengan terhadap data pemilih itu tidak mungkin terjadi. "Penyelewengan atau penyelundupan itu tidak mungkin,” kata dia.

Ia mengatakan data 31 juta yang dituduhkan itu ada dan jelas, baik nama dan alamatnya. “Clear, by name by address. Hanya memang ada beberapa belum masuk DPT karena, ya, bingung kok ada dua alamat," katanya lagi.

Tjahjo juga menegaskan tidak ada penambahan data penduduk pemilih potensial pemilu yang diberikan Kemendagri kepada KPU. Menurutnya lagi, angka 31 juta data pemilih itu adalah bagian dari 197 juta DP4 yang diserahkan pada akhir 2017.

"DP4 itu hanya diberikan satu kali pada 15 Desember 2017, data kami serahkan sampai 'password'-nya juga kami serahkan ke KPU, tembusan ke Bawaslu, sehingga tidak ada DP4 baru, nama sejak awal itu sudah ada," ujarnya pula.

Persoalan data pemilih pada Pemilu 2019 antara lain adanya pemilih ganda di DPT, ketidaksesuaian data antara DP4 dan DPT, serta masih banyak warga belum melakukan perekaman KTP elektronik. KPU telah menetapkan DPT sekitar 187 juta pemilih dan diminta melakukan perbaikan hingga 15 November 2018.

photo
Perselisihan DPT Kemendagri Vs KPU.

Sebelumnya, Ketua DPP Partai Gerindra Ahmad Riza Patria meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk segera membenahi persoalan DPT. Sebab, 31 juta pemilih belum masuk Daftar DPT Pemilu 2019.

Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Ahmad Muzani menyebut temuan data pemilih sebanyak 31 juta lebih itu bukan angka yang kecil. "Kami terkejut ada data 31 juta sekian belum masuk dalam daftar pemilih," ujar Muzani saat konferensi pers di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (17/10). 

Muzani menjelaskan sebelum penetapan daftar pemilih tetap (DPT), Kemendagri telah menyerahkan Data Penduduk Pemilih Potensial Pemilu (DP4) kepada KPU yang mencapai 196 juta. Setelah disisir oleh KPU dan parpol, KPU lalu menetapkan DPT hanya 185 juta.  ‎Saat itu, koalisi Prabowo-Sandi mengkritik bahwa dari 185 juta DPT tersebut masih ada sekitar 25 juta pemilih ganda. 

"Kemudian data apa lagi yang 31 juta itu. Apakah itu pengurangan atau penambahan dari angka 185 juta. Kemudian apakah memang DP4 masih berubah setelah ditetapkan DPT? Apakah masih bisa ubah DPT, padahal sudah ditetapkan? Ini yang ingin kami mohon penjelasan dari KPU," kata Muzani.

Terpisah, Sekjen Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mustafa Kamal, menduga  ada pelanggaran prinsip yang dilakukan oleh Kemendagri. Sebab, kementerian yang dipimpin oleh Tjahjo Kumolo itu baru menyerahkan data penduduk tambahan sebanyak 31 juta ke KPU setelah DPT ditetapkan sebanyak 185 juta pemilih. 

"Seharusnya DP4 yang diberikan Kemendagri sudah final sebelum DPT diketuk palu. Ini menurut saya pelanggaran prinsip, berpotensi terjadi pelanggaran UU. Karena yang sekarang dilakukan KPU dengan peserta pemilu (partai politik) mengecek data ganda itu. Nah, kenapa ada data baru lagi? Jumlahnya 31 juta lagi," kata dia menyesalkan.

"Ini potensi juga tidak terjadi transparansi. KPU sudah perlihatkan political will bersama peserta pemilu, kenapa Kemendagri seperti tanda kutip menyelundupkan 31 juta?" kata dia.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement