REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amin, Arsul Sani, menyoroti keterlibatan para pelajar dalam politik praktis dengan meneriakkan ganti presiden. Arsul meminta Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) segera menyelidiki kasus ini tanpa harus menunggu adanya laporan.
"Bawaslu silakan menyelidiki langsung saja (tanpa menunggu laporan)," katanya, Kamis (18/10).
Bagi Arsul, kejadian ini seharusnya menjadi pelajaran, khususnya bagi mereka-mereka yang sering kali membawa keluarga dengan anak-anak kecil dalam berbagai gelaran politik. Misalnya, ketika ada pertemuan atau gathering yang bernuansa politik, kemudian membawa anak-anak di bawah umur. Tentu, lanjutnya, diperlukan penanganan yang bijak kepada anak-anak seperti itu.
"Namun, juga perlu diselidiki juga apakah lingkungan anak itu berada memang menciptakan situasi yang mendukung anak-anak untuk seperti itu. Jika ya, tentu belum ada penindakan terhadap yang bersangkutan," ujarnya.
Sebelumnya, Direktorat Hukum dan Advokasi KIK melaporkan penyebaran video anak berseragam pramuka yang meneriakkan 2019 ganti presiden, ke pihak Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Pelaporan tersebut untuk meminta KPAI agar melakukan investigasi terhadap guru-guru atau sekolah yang telah menggunakan murid di bawah umur dalam kegiatan politik.
"Kami prihatin atas kejadian itu. Ini patut diduga difasilitasi oleh guru maupun pihak sekolah," kata Direktur Hukum dan Advokasi TKN, Ade Irfan Pulungan, di KPAI, Menteng, Jakarta Pusat.
Irfan menilai, tindakan guru atau sekolah yang memfasilitasi anak-anak murid di bawah umur dengan berseragam sekolah dan meneriakkan 2019 ganti presiden dilakukan secara terorganisasi dan sistematis. Perilaku itu, kata dia, melanggar pasal 15 dan 87 sebagaimana dimaksud Undang-Undang Perlindungan Anak.