REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktorat Hukum dan Advokasi Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma'ruf Amin melaporkan penyebaran video anak berseragam Pramuka yang meneriakkan 2019 ganti presiden, ke pihak Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Pelaporan tersebut untuk meminta KPAI agar melakukan investigasi terhadap guru-guru atau sekolah yang telah menggunakan murid dibawah umur dalam kegiatan politik.
"Kami prihatin atas kejadian itu. Ini patut diduga difasilitasi oleh guru maupun pihak sekolah," kata Direktur Hukum dan Advokasi TKN, Ade Irfan Pulungan di KPAI, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (18/10).
Irfan menilai, tindakan guru atau sekolah yang memfasilitasi anak-anak murid dibawah umur dengan berseragam sekolah dan meneriakkan 2019 ganti presiden dilakukan secara terorganisir dan sistematis. Perilaku itu, kata dia, melanggar pasal 15 dan 87 sebagaimana dimaksud Undang-Undang Perlindungan Anak.
Baca juga: Pramuka Teriak Ganti Presiden, TKN Minta Bawaslu Bertindak
Irfan sekaligus meminta respons cepat KPAI ketika mendapati isu atau kasus yang berkaitan dengan eksploitasi anak dalam kegiatan kampanye politik. Sebab, anak sekolah usia dibawah 17 tahun sama sekali tidak diperbolehkan mengikuti kegiatan kampanye.
Selain itu, TKN berharap agar KPAI dapat membentuk tim independen untuk menindaklanjuti laporan TKN. KPAI, kata Irfan, bisa bekerja bersama dengan pihak KPU atau Bawaslu untuk mengantisipasi praktik eksploitasi untuk kepentingan politik.
Dalam kesempatan tersebut, selain melaporkan video viral Pramuka, Direktorat Hukum dan Advokasi juga melaporkan kejadian di SMAN 87 Jakarta. Sebagaimana diketahui, salah satu guru di sekolah tersebut, Nelty Khairiyah (NK) memberikan doktrin anti-Jokowi kepada para murid. Hal itu diketahui setelah adanya keluhan salah seorang wali murid yang viral di media sosial.
"Kita tidak ingin peristiwa ini kembali terulang oleh siapapun," kata Irfan.