Kamis 18 Oct 2018 15:27 WIB

Politikus PKB Dukung Usulan Dana Saksi Sekitar Rp 3 Triliun

Karding mengatakan dana saksi agar pelaksanaan pemilu lebih transparan.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Ratna Puspita
Ketua DPP PKB Abdul Kadir Karding
Foto: Republika/Bayu Adji P
Ketua DPP PKB Abdul Kadir Karding

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua DPP PKB Abdul Kadir Karding menyatakan setuju terhadap usulan pengadaan dana untuk saksi pemilu di TPS oleh pemerintah. Sebab, ia mengatakan, caleg mengalami kesulitan mendanai kampanye politiknya.

Karding mengatakan ada banyak komponen pembiayaan yang harus dibayar oleh caleg, termasuk pembiayaan saksi di TPS. Namun, ia mengatakan, caleg diminta aktif mendanai ongkos politiknya tanpa bergantung dari partai. 

"Jangan berharap ada partisipasi dari rakyat, itu terlalu utopis. Bantuan-bantuan yang banyak dari pengusaha itu juga tidak banyak dari partai-partai kami. Kami partai menengah," ujarnya kepada wartawan di Jakarta, Kamis (18/10). 

Ia mengaku tidak mengetahui dana yang diperlukan untuk pengadaan saksi. Namun, ia mengatakan, berdasarkan simulasi perhitungan oleh DPR dan Kemenkeu mencapai Rp 3 triliun. 

“Itu teman-teman di Banggar dan tentu di Kementerian Keungan. Kalau tidak salah simulasinya waktu itu, uang dibutuhkan tidak sampai besar. Kalau tidak salah Rp 3 triliun," katanya. 

Soal simulasi, ia memperkirakan butuh dua saksi untuk tiap TPS, sedangkan jumlah TPS diperkirakan mencapai 82 ribu. Artinya, total kebutuhan saksi mencapai 164 ribu.

"Taruhlah satu saksi Rp 200 ribu, itu berapa duit yang dibutuhkan? Tentu tidak bisa dipenuhi oleh partai-partai. Nah, oleh karena itu sepanjang APBN mampu itu bagus tetapi saran saya pelaksanaannya jangan partai-partai," kata dia.

Ia menyarankan pengelolaan saksi diserahkan pada Bawaslu atau lembaga independen lainnya. Sehingga, pelaksanaannya berlangsung dengan prinsip transparan dan jujur. 

Dengan demikian, ia yakin kecurangan dalam pemilu bisa dikurangi. "Kalau tidak, akan banyak partai yang tidak bisa menempatkan saksi di TPS, itu pasti akan mungkin terjadi kecurangan karena tidak diawasi,” kata dia.

Jika terjadi kecurangan, ia berpendapat, pemungutan suara akan dimenangkan oleh orang yang sudah berkuasa di lokasi TPS tersebut. ”Jadi itu logika yang melatarbelakangi saksi harus dibiayai oleh APBN," kata dia.

Komisi II DPR mengusulkan anggaran dana saksi untuk dimasukan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun 2019. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement