REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim Advokat Nusantara resmi melaporkan Menko Maritim Luhut Binsar Pandjaitan dan Menkeu Sri Mulyani ke Bawaslu pada Kamis (18/10). Keduanya dilaporkan atas dugaan pelanggaran kampanye terkait pose satu jari saat menghadiri agenda IMF pada 14 Oktober lalu.
Kuasa hukum pelapor, M Taufiqurrohman, mengatakan, kedua pejabat negara itu diduga melakukan tindakan yang menguntungkan salah satu paslon capres-cawapres. "Sebagai pejabat negara mereka melakukan tindakan yang patut diduga menguntungkan dan menujukkan keberpihakan terhadap pasangan capres-cawapres Joko Widodo dan Ma'ruf Amin dalam kegiatan annual meeting IMF dan Bank Dunia di Bali pada 14 Oktober lalu," kata Taufiq menjelaskan kepada wartawan di kantor Bawaslu, Thamrin, Jakarta Pusat, Kamis.
Adapun dasar pengaduan tersebut karena agenda IMF merupakan agenda resmi kenegaraan. Kemudian, pengadu menemukan adanya indikasi kampanye terselubung di mana Luhut dan Sri Mulyani terlihat mengarahkan Direktur IMF, Christine Lagarde, dan Presiden Bank Dunia, Jim Yong Kim, untuk berpose satu jari pada sesi foto.
"Kemudian, ada ucapan Sri Mulyani 'Jangan pakai dua, bilang not dua, not dua'. Selanjutnya, ada pula ucapan Luhut kepada Lagarde 'No no no, not two, not two'. Kemudian Sri Mulyani terdengar mempertegas dengan mengatakan 'Two is Prabowo, and one is for Jokowi'," ujar Taufiq menjelaskan.
Karena itu, kata dia, keduanya diduga memanfaatkan keadaan tersebut untuk menguntungkan dan menunjukkan keberpihakan terhadap pasangan calon nomor urut 01, Joko Widodo- Ma'ruf Amin. "Bahwa perbuatan Luhut dan Mulyani secara hukum patut diduga telah melanggar Undang-Undang Pemilu, sebagaimana diatur Pasal 282 juncto Pasal 283 ayat (1) dan (2) juncto Pasal 547 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu, dengan ancaman pidana Penjara 3 Tahun serta denda Rp 36.000.000 (tiga puluh enam juta rupiah). Selain itu, keduanya harus diberhentikan sebagai menteri yang secara nyata dan jelas tidak netral dalam kegiatan pertemuan kenegaraan," kata Taufiq menegaskan.