REPUBLIKA.CO.ID, PURWOKERTO -- Proyek pembuatan jalan underpass di Jalan Jenderal Soedirman, tidak lagi terhalang oleh sikap warga yang menolak untuk mengosongkan lahannya. Satu rumah warga yang sebelumnya mengganggu pelaksanaan proyek, akhirnya dibongkar paksa, Selasa (16/10).
Meski pemilik rumah awalnya bersikeras tidak mau pindah, namun aparat tetap tegas melakukan penggusuran. Rumah tembok yang berdiri di atas lahan milik PT KAI tersebut, akhirnya hanya bisa menyaksikan dengan pasrah rumahnya dirobohkan alat berat.
Manajer Humas PT KAI Daop 5 Purwokerto Supriyanto mengatakan, lahan yang digunakan untuk pembangunan jalan underpass untuk menghindari perlintasan KA di Jalan Jenderal Soedirman tersebut, sebagian menggunakan lahan milik PT KAI.
''Awalnya ada 10 rumah yang berdiri di atas lahan KAI yang digunakan untuk proyek underpass. Namun belakangan tinggal satu unit rumah itu yang penggunanya belum mau mengosongkan rumahnya,'' katanya.
Dia menyebutkan, awalnya warga yang menempati rumah di atas lahan PT KAI tersebut, membayar biaya sewa pada PT KAI. Namun sejak kontrak sewanya sudah habis tahun 2013, PT KAI tidak lagi memberikan perpanjangan sewa.
''Setelah kontrak selesai, kami sebenarnya sudah berulang kali memberikan surat peringatan. Namun setelah aset tersebut kami serahkan pada Pemkab Banyumas, maka kewenangan atas lahan tersebut menjadi kewenangan Pemkab. Dengan demikian, kalau hari ini dilakukan pembongkaran paksa, kami hanya sebatas membantu Pemkab,'' katanya.
Dalam proses pembongkaran paksa tersebut, Pemkab tidak hanya mengerahkan anggota Satpol PP. Namun juga melibatkan personil dari anggota Polri, TNI dan Polisi Khusus Kereta Api (Polsuska).
Awalnya, pihak pemiluk rumah, Taufik, bersikeras menolak pembongkaran paksa. Dia mempersoalkan proses pembongkaran yang dinilai menyalahi prosedur. Terutama terkait dengan pencabutan IMB oleh Pemkab Banyumas tanpa adanya pemberitahuan lebih dulu.
''Saya 100 persen mendukung proyek pemerintah. Tapi prosedurnya yang kami tidak bisa menerima,'' katanya.
Dia menyebutkan, saat awal mendirikan bangunan rumahnya, dia sudah memiliki IMB yang dikeluarkan Pemkab Banyumas. ''Namun tanpa ada pemberitahuan lebih dulu, tiba-tiba saja IMB yang sudah kami miliki ini dibatalkan. Mestinya, kalau memang dibatalkan harus melalui prosedur yang berlaku. Bahkan bila perlu sampai ke pengadilan,'' katanya.
Meski pemilik rumah bersikeras dengan pendapatnya, namun petugas tetap pada sikapnya untuk melakukan pembongkaran paksa. Beberapa petugas PT KAI Daop 5 Purwokerto, juga sempat berdebat dengan pemilik rumah. Namun setelah pihak kepolisian turun tangan, akhirnya Taufik menyerah dan membiarkan alat berat membongkar rumahnya.