Rabu 17 Oct 2018 04:23 WIB

Bawaslu dan KPU Enggan Kelola Dana Saksi Pemilu

Bawaslu dan KPU kompak tak mau kelola dana saksi parpol untuk Pemilu 2019.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Bayu Hermawan
Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Abhan
Foto: Republika TV/Havid Al Vizki
Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Abhan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) tak mau jika pengelolaan dana saksi partai politik untuk Pemilu 2019 dibebankan ke kedua lembaga tersebut. Hal itu setelah Komisi II DPR mengusulkan dana saksi untuk Pemilu 2019 dianggarkan penuh oleh pemerintah melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun 2019.

Sebab, Komisi II DPR menyebut jika usulan dana saksi parpol disetujui, sebaiknya pengelolaan tidak diserahkan ke partai politik, tetapi oleh pengawas Pemilu. Namun, Ketua Bawaslu Abhan mengungkap bahwa sesuai Undang undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, Bawaslu hanya diamanatkan untuk mengurusi pelatihan saksi Pemilu.

"Bawaslu sesuai dengan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu itu adalah melakukan pelatihan saksi pemilu," kata Abhan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (16/10).

Sedangkan, saksi yang dikelola Bawaslu sesuai UU Pemilu berbeda dengan saksi dari partai politik. Menurutnya, di setiap TPS ada beberapa jenis saksi yakni KPPS, pengawas TPS dan saksi dari luar, termasuk parpol.

"Kalau pengawas TPS kan organ pengawas, kalau saksi parpol saksi yang berasal dari parpol, saksi dari Bawaslu independen, saksi (yang diusulkan dibiayai negara) kan orang dari parpol," kata Abhan.

Lagipula Bawaslu tentu menunggu keputusan tersebut apakah akan disetujui atau tidak. Namun, ia pun menilai pengelolaan dana saksi lebih tepat dikelola oleh pemerintah. "Itu kan baru usulan dari komisi II ya. Serahkan pada pemerintah," katanya.

Ketua KPU Arief Budiman juga berharap jika dana saksi parpol disetujui pembiayaannya oleh negara, tidak dikelola oleh KPU. Arief beralasan, instansinya sudah memiliki urusan yang cukup banyak terkait Pemilu. Sehingga pengelolaan dana saksi yang jumlahnya begitu besar akan menjadi tambahan beban terkait penyelengaraan Pemilu 2019.

"Enggak (kita kelola), KPU urusannya sudah terlalu banyak, itu juga akan jadi beban luar biasa. Saya menghitung kalau dana saksi per saksi 200 ribu, ada Rp 2,5 Triliun itu bukan hal yang mudah mengelola uang demikian besar dan mempertanggungjawabkannya," kata Arief.

Lagipula kata Arief, KPU tidak memiliki kewenangan mengurusi anggaran untuk dana saksi tersebut. Sehingga pihaknya tidak akan terlibat dalam urusan anggaran tersebut karena kewenangan sepenuhnya di tangan DPR.

"Kalau KPU nggak ikut-ikut, mau ya atau tidak itu terserah. (Tapi keberatan) kalau (pengelolaan) ditaruh di KPU, urusan KPU sudau terlalu banyak," kata Arief.

Usulan pembiayaan saksi Pemilu dari partai politik menjadi salah satu kesimpulan Rapat Dengar Pendapat antara Komisi II DPR dengan Kementerian Dalam Negeri, KPU, dan Bawaslu, Selasa (16/10).

"Untuk memenuhi saksi Pemilu pada setiap TPS di Pemilu 2019, Komisi II DPR mengusulkan dana saksi Pemilu 2019 ditetapkan dalam UU APBN tahun 2019," ujar Ketua Komisi II Zainuddin Amali di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.

Amali beralasan usulan dana saksi parpol dibiayai negara berdasarkan pertimbangan bahwa tidak semua partai memiliki dana yang cukup untuk membayar semua saksi. Menurutnya, berkaca pada pengalaman dalam Pilkada sebelumnya, ada sebagian TPS yang tidak terdapat saksi karena ketiadaan anggaran partai.

"Kita mau ada persamaan, ada kesetaraan, ada keadilan, maka kita minta negara membiayai itu, sehingga semua parpol mewakilkan saksinya, mau partai besar, atau kecil, semua ada saksinya," kata Amali.

Namun menyerahkan keputusan disetujui atau tidaknya usulan tersebut kepada Pemerintah. Begitu pun kesanggupan jumlah saksi yang dapat dibiayai oleh negara. Namun Politikus Partai Golkar itu mengatakan jika usulan tersebut disetujui maka pengelolaan dana saksi tidak diberikan ke partai politik langsung karena khawatir uang tersebut akan diselewengkan.

"Menurut kami yang paling cocok Bawaslu karena toh mereka ada saksi Bawaslu yang sudah dianggarkan. karena nggak boleh masuk ke parpol karena akan rumit pertanggungjawabannya," kata Amali.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement