REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal (Dirjen) Otonomi Daerah (Otda) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Sumarsono menilai, jenis korupsi yang melibatkan lima pejabat di Kabupaten Bekasi merupakan kasus yang juga sering ditemui di daerah. Menurut dia, godaan utama para pejabat daerah adalah suap untuk memuluskan proses perizinan.
"Area rawan korupsi yang lain di luar perizinan yaitu pengadaan barang/jasa, perencanaan dan penyusunan anggaran APBD, alokasi hibah, dan perjalanan dinas," kata dia melalui pesan singkat kepada Republika.co.id, Selasa (16/10).
Karena itu, Soni, sapaan akrab Sumarsono, menegatakan, Kemendagri akan fokus untuk membenahi sistem manajemen pemerintah daerah (pemda). Salah satunya, kata dia, dengan mengembangkan sistem yang lebih transparan berbasis teknologi informasi (TI).
Menurut dia, dalam era saat ini segala perencanaan sudah selayaknya menggunakan sistem perencanaan secara elektronik (e-planning) dan penganggaran secara elektronik (e-budgeting). Dengan begitu, lingkungan kerja yang kondusif dan antikorupsi dapat diciptakan.
"Perilaku birokrasi pemerintahan daerah yang penuh integritas mewujudkan pemerintahan yang bersih," kata dia.
Selain itu, Kemendagri akan menyelenggarakan bimbingan teknis untuk kepala daerag pascapelantikan. Terakhir, lanjut Soni, pihaknya akan membentuk tim Pendampingan Khusus Daerah Bermasalah untuk konsolidasi dan stabilisasi jalanya pemerintahan yang bersih.
Ia mengapresiasi, operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang digelar di Kabupaten Bekasi. Hal itu membuktikan keberhasilan dalam penegakan hukum yang dilakukan KPK.
"Sedangkan di sisi lain masih memprihatinkan, karena masih ada para pejabat daerah yang masih kurang integritasnya dalam mewujudkan tata kelola penerintahan yang bersih," kata dia.