REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan menyarankan pembangunan megaproyek Meikarta di Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, tetap dilanjutkan. Kelanjutan proyek berbeda dengan kasus hukum yang sedang didalami oleh KPK.
Luhut menilai sejatinya Meikarta merupakan proyek yang sudah sah. Karena itu, pembangunan bisa tetap dilanjutkan sembari proses hukum didalami oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Project is project. Itu kan bagus. Bahwa ada masalah teknis seperti di dalam biar diselesaikan secara hukum saja,” kata Luhut di Kantornya, Selasa (16/10) siang.
Luhut menyatakan ia mendukung jalannya proses hukum yang sedang berlangsung terhadap kasus tersebut. “Hukum berlaku kalau memang ada masalah hukum. Akan tetapi, ini memang kita sayangkan, kok sampai begitu,” kata Luhut.
Sementara itu, pantauan Republika.co.id pada Selasa, proyek pembangunan Apartemen Meikarta di Cikarang, Kabupaten Bekasi, tetap berjalan. Bunyi besi yang saling beradu serta deru mesin terdengar dari kejauhan.
Pekerja beraktivitas di proyek pembangunan Apartemen Meikarta, di Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Senin (15/10). (Antara)
Para pekerja konstruksi tetap terlihat sibuk beraktivitas dengan alat-alat berat seperti tower crane, eskavator, truk, dan sebagainya, masih tetap bekerja di beberapa titik pembangunan menara apartemen. Bahkan, terlihat sejumlah pekerja dilengkapi dengan seragam yang memenuhi prosedur standar keamanan mulai dari kepala sampai kaki.
Mereka tampak berada di pinggir-pinggir jalan untuk mencopot bedeng-bedeng pembatas yang terbuat dari seng. Pandi, salah satu pekerja yang bertugas untuk mencopot bedeng-bedeng tersebut, mengaku tidak tahu tujuan dari pencopotan bedeng-bedeng tersebut. “Kami cuma kuli aja, disuruh copot-copotin, ya, udah kami copot-copotin," kata Pandi.
Di sisi lain, ia menambahkan, tidak ada pemberhentian pekerjaan pascapenetapan delapan tersangka oleh KPK. "Di sini, kami tetep kerja, nggak ada pemberitahuan apa-apa, saya lihat yang di proyek konstruksi juga tetep pada kerja," kata Pandi.
Baca Juga: Akibat Kasus Meikarta, Saham Lippo Masuk dalam Top Loser
Kendati demikian, ia mengaku khawatir kasus tersebut akan berimbas pada pembayaran upah atas berbagai hal yang sudah dikerjakan. “Saya juga khawatir nanti malah nggak dibayar karena atasannya ketangkep,” kata Pandi, yang mengaku baru bekerja selama dua pekan terakhir.
Secara kasat mata, kompleks proyek Meikarta telihat lebih gersang dengan rerumputan yang mengering. Selain itu, kompleks proyek tampak kurang rapi dibandingkan saat awal promosi usai peluncuran produk.
Balon-balon udara yang dulu sempat menghiasi di hampir seluruh lokasi proyek pun tak ada. Dinding-dinding bedeng yang biasanya dihiasi poster desain produk Meikarta sedikit demi sedikit telah diturunkan, dan pos-pos penjagaan di beberapa titik lokasi proyek juga dibiarkan lengang.
Pekerja beraktivitas di kawasan proyek pembangunan Apartemen Meikarta, di Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Senin (15/10). (Antara)
Praditya Yogas Pratama (23 tahun), salah satu pembeli unit apartemen Meikarta, mengatakan akan membatalkan pembeliannya kalau keadaannya menjadi semakin tidak jelas. "Sebenernya dari awal itu bermasalah, jadi ya gambling aja sih, tetapi itu risiko orang yang mau bisnis," kata Yogas kepada Republika, Selasa (16/10).
Yoga mengatakan ia akhirnya tetap membeli unit apartemen di Meikarta karena melihat pengusaha yang membeli unit apartemen dari Lippo Group selalu sukses. Sejak Oktober 2017, ia mengatakan sudah mengeluarkan dana sekitar Rp 40 juta untuk menyelesaikan pembayaran uang muka atau down payment.
“Pembayaran awalnya Rp 16 juta. Sejak Oktober 2017 sudah mencicil sekitar Rp 3.800 ribu perbulan, ini merupakan cicilan down payment," jelasnya.
Ia menambahkan cicilan DP itu sudah rampung sejak Juli lalu. Bahkan, Yogas sudah diundang untuk melakukan akad.
Namun, ia mengaku belum bisa datang ke Jakarta lantaran jarak yang jauh serta kesibukan lain yang tidak bisa ditinggal. "Nah berhubung belum akad, ini masih bisa dibatalkan walaupun nantinya yang Rp. 16 juta itu tidak kembali," kata Yogas konsumen Meikarta yang berdomisili di Malang, Jawa Timur.
Baca Juga: Suap Meikarta, Sekda Harap Kasus Kepala Daerah Jabar Berhenti di Bekasi
Kuasa hukum PT Mahkota Sentosa Utama (PT MSU), yang mengerjakan Meikarta, Denny Indrayana, menyampaikan siap bekerja sama dengan KPK terkait kasus ini. Ia menyatakan PT MSU merupakan korporasi yang menjunjung tinggi prinsip good corporate governance dan antikorupsi.
“PT MSU telah dan terus berkomitmen untuk menolak praktik-praktik korupsi, termasuk suap dalam berbisnis,” kata dia melalui siaran pers yang diterima Republika, Selasa.
Langkah pertama yang dilakukan PT MSU, yakni melakukan investigasi internal yang independen dan obyektif untuk mengetahui fakta yang terjadi. Ia menegaskan PT MSU tidak menoleransi jika memang ada penyimpangan atas prinsip antikorupsi.
“Kami tidak akan segan-segan untuk memberikan sanksi dan tindakan tegas kepada oknum yang melakukan penyimpangan tersebut, sesuai ketentuan hukum kepegawaian yang berlaku,” kata Denny.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode Muhammad Syarif didampingi penyidik KPK memperlihatkan barang bukti sejumlah uang kasus korupsi perizinan proyek pembangunan Meikartad di Gedung KPK ,Jakarta, Senin (15/10). (Republika/Mahmud Muhyidin)
KPK pada Senin (15/10) malam resmi menetapkan Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro (BS) sebagai tersangka dugaan suap terkait pengurusan perizinan proyek pembangunan Meikarta di Kabupaten Bekasi. Billy ditetapkan sebagai tersangka bersama sejumlah orang lainnya, termasuk Bupati Bekasi 2017-2022 Neneng Hassanah Yasin.
Dalam kasus dugaan suap Meikarta, Billy diduga berperan sebagai pemberi hadiah. Tersangka yang juga diduga sebagai pemberi hadiah, yakni dua konsultan Lippo Group masing-masing Taryudi (T) dan Fitra Djaja Purnama (FDP) serta pegawai Lippo Group Henry Jasmen (HJ).
Sedangkan diduga sebagai penerima, yaitu Neneng Hassanah Yasin (NNY) bersama sejumlah pejabat Pemerintah Kabupaten Bekasi. Para kepala dinas yang menjadi tersangka, yakni Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Jamaludin (J), Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Pemkab Bekasi Sahat MBJ Nahor (SMN), Kepala Dinas Dinas Penanama Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Bekasi Dewi Tisnawati (DT), dan Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Neneng Rahmi (NR).
Wakil Ketua KPK Laode M Syarif mengatakan menerangkan, pemberian diduga terkait dengan izin-izin yang sedang diurus oleh pemilik proyek seluas total 774 hektare. Proyek ini dibagi ke dalam tiga fase/tahap, yaitu fase pertama 84,6 hektare, fase kedua 252,6 hektare, dan fase ketiga 101,5 hektare.